Katoliknews.com – Pasangan suami isteri di Pakistan sedang berupaya mengajukan banding ke pengadilan tinggi terkait vonis mati yang mereka terima pada 2014.
Ucanews.com melaporkan pada Selasa, 11 Juni 2019 bahwa pengacara pasangan itu kini sedang menyiapkan materi bandingnya untuk diajukan ke Pengadilan Tinggi Lahore.
Mereka didampingi Saiful Malook, seorang pengacara yang baru sukses membatalkan vonis bersalah kepada Asia Bibi, wanita Katolik yang juga dituding menghina Islam, kasus yang menarik minat perhatian media-media internasional.
Sebuah pengadilan tinggi di Pakistan akan mendengarkan permohonan pasangan Kristen yang telah divonis mati sejak 2014 karena didakwa menghina Nabi Muhammad, demikian kata pengacara mereka.
Pasangan Shafqat Emmanuel yang cacat dan istrinya Shagufta Kausar ditangkap pada 2013 dan dijatuhi hukuman gantung di kota Toba Tek Singh di Provinsi Punjab di samping denda 200.000 rupee atau setara 28 juta rupiah setelah dituduh mengirim pesan teks yang menghina Nabi Muhammad.
Mereka tetap divonis meskipun ada ada bukti bahwa kartu SIM yang dihadirkan sebagai bukti oleh polisi adalah palsu, demikian menurut Ucanews.com.
Kasus ini diadukan oleh Mohammed Hussain, yang dikenal sebagai pendoa di Gojra. Ia menuduh bahwa pasangan itu telah mengirim pesan teks yang menyerang dirinya dan Muslim lain.
Pasangan itu mengaku tidak bersalah, mempertahankan bahwa mereka buta huruf dan tidak bisa menulis pesan teks yang ditulis dalam bahasa Inggris.
Mereka juga mengatakan bahwa kartu SIM yang digunakan untuk mengirim pesan diduga dibeli dengan menggunakan kartu identitas Kausar yang dicuri.
“Pengadilan tinggi akan mendengarkan permohonan kami pada 25 Juni,” kata Malook.
“Saya telah bertemu Shagufta Kausar, yang mendekam di sel yang sama di mana Asia Bibi dipenjara sebelum pembebasannya,” tambahnya.
Komisi Hak Asasi Manusia Pakistan (HRCP) dalam laporannya pada tahun 2018 menyatakan, pasal penodaan agama sering digunakan oleh banyak karena dendam pribadi.
Disebutkan juga bahwa banyak kasus, tuduhan penistaan agama yang berakhir pembunuhan massal atau pembunuhan terhadap tersangka sebelum mereka dapat diadili di pengadilan.
Bahkan, menurut laporan itu, jika terdakwa dinyatakan tidak bersalah oleh pengadilan, orang yang dituduh tidak lagi dapat menjalani kehidupan normal karena takut akan ancaman dari kaum ekstremis.
Menurut HRCP, minoritas masih menjadi yang paling sering menghadapi diskriminasi. Meskipun belum ada yang digantung karena penistaan agama, banyak korban merana di penjara selama beberapa dekade sebelum dibebaskan.
Lembaga itu melaporkan bahwa pada tahun lalu, ada 18 kasus tuduhan penistaan agama.
Sejak 1990, hampir 70 orang telah dihukum mati karena tuduhan penistaan agama.
Saat ini, masih terdapat 40 orang lainnya yang menanti dieksekusi mati dan sebagiannya lagi menjalani hukuman seumur hidup.
Komentar