Katoliknews.com – Lamboan Djahamao, warga di Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) divonis penjara enam bulan oleh Mahkamah Agung (MA) karena mmempertanyakan kelahiran Yesus pada 25 Desember.
Lamboan adalah seorang Kristen, demikian pengakuannya seperti dilansir Detik.com.
Bermula dari Status Facebook
Sebagaimana tertuang dalam putusan kasasi yang dilansir website MA, Jumat, 8 November 2019, kasus itu bermula saat Lamboan menulis status di akun Facebooknya.
Berikut adalah isi statusnya:
25 Desember adalah hari lahir Yesus/isa Almasih
#AjaranGerejaBisaSalahDanMenyesatkan
Secara pribadi setiap Desember tiba, saya merasa #sangatDibodohi bahkan tidak habis pikir kenapa ada jutaan orang kristen di dunia #yangMasihMauDibodohi oleh ajaran Gereja yang jelas-jelas #Salah dan saya #Menyesatkan!??
PEMBODOHAN itu adalah #mereka mengatakan dan mengajarkan kalo YESUS/ ISA ALMASIH lahir pada tanggal 25 desember, bahkan ada dari mereka memperingati dengan pesta pora yang sudah tidak Alkitabiah. padahal NYATA-NYATA tidak ada #satuAyatpun dalam KITAB SUCI KRISTEN /ALKITAB yang mencatat kalo YESUS lahir tanggal 25 desember.
Saya heran, apakah kita orang Kristen tidak bisa #Tau atau #MencariTau kapan sebenarnya Yesus lahir!?? dimana pakar-pakar kristen!? Dimana cendekiawan kristen!?? Dimana organisasi-organisasi kristen!??
Kita orang Kristiani yang mengaku PROTESTAN bersyukur dulu ada MARTHIN LUTHER yang #berani melawan untuk sesuatu yang #Benar!!!
Kenapa sekarang dengan kemajuan sistem demokrasi yang sudah lebih baik, kok kita malah justru tidak berani melawan pembodohan ini!??
Ya TUHAN.,
Sampai kapan Gereja terus melakukan PEMBODOHAN ini bahwa YESUS lahir tanggal 25 Desember!??
Umat Kristiani di Alor disebut merasa terhina dan dilecehkan dengan pernyataannya itu dan melaporkannya kepada polisi.
Pada 30 Juli 2018, Pengadilan Negeri (PN) Kalabahi menjatuhkan hukuman 6 bulan penjara kepadanya dan diwajibkan membayar denda Rp 100 juta subsider 3 bulan penjara.
Ia pun mengajukan banding, namun dalam putusannya pada 25 September 2018, Pengadilan Tinggi (PT) Kupang memperberat hukumannya menjadi 18 bulan penjara, dengan kewajiban membayar denda Rp 100 juta, subsider 6 bulan kurungan.
Lamboan tidak terima keputusan itu dan mengajukan permohonan kasasi.
Putusan MA kemudian sama dengan keputusan Pengadilan Negeri Kalabahi.
“Pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan pidana denda sebesar Rp 100 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” ujar ketua majelis Andi Samsan Nganro dengan anggota Eddy Army dan Margono.
Menurut majelis kasasi, hukuman yang dijatuhkan PT Kupang terlalu berat dan lebih tepat dengan hukuman yang dijatuhkan PN Kalabahi.
“Terdakwa telah meminta maaf atas perbuatannya tersebut dan tidak ada niat untuk menyinggung umat Kristen atau Katolik karena tujuan terdakwa ingin hal tersebut sebagai bahan diskusi saja,” ujar majelis dengan suara bulat.
Merasa Tidak Bersalah
Sementara itu, dalam tanggapannya, Lambaoan mengatakan, ia mempertanyakan kelahiran Yesus pada 25 Desember karena hal itu tidak ditulis dalam Kitab Suci.
Ia juga menyatakan tidak pernah memohon maaf atas hal itu.
“Saya tidak pernah memohon maaf atas pernyataan saya yang menyatakan bahwa Yesus lahir pada tanggal 25 Desember. Alasan saya, bagaimana mau memohon maaf (karena) yang pertama tidak ditulis dalam kitab suci agama saya,” katanya.
“Yang kedua, di depan majelis hakim, saksi ahli di bawah sumpah yang dihadirkan JPU yaitu salah satu romo di Alor mengatakan memang 25 Desember bukan hari kelahiran Yesus, tapi hari kelahiran kesuburan yang diadopsi gereja Katolik,” lanjutnya.
Ia juga mempertanyakan alasan mengapa dirinya dipidana “kalau saya mencari tahu sebuah kebenaran yang tidak tertulis di dalam Kita Suci Kekristenan saya.”
“Kalau saya mungkin seperti Pak Ahok membicarakan agama orang lain, saya masih wajar dipidana dengan pasal penistaan agama,” katanya, merujuk pada kasus Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang dipenjara karena dakwaan penodaan agama Islam.
“Padahal saya ini agama Kristen. Saya mencari tahu kepercayaan saya sendiri kok saya malah bisa dipidana?” tambahnya.
Ia menyebut, ini adalah preseden buruk dalam praktek peradilan.
“Karena apabila ada orang Kristen yang mencari kebenaran di kitab suci saya tapi bertentangan dengan tradisi saya terus bisa dipidana. Itu kan gawat. Padahal kita tahu, lahirnya gereja Protestan adanya perbedaan penafsiran isi kitab suci kami,” tambahnya.
Komentar