Katoliknews.com – Keuskupan Timika mengkritisi langkah pemerintah yang memberi label teroris kepada Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dan mengingatkan bahwa situasi di wilayah tersebut bisa makin buruk ke depan.
KKB merupakan sebutan resmi yang dipakai pemerintah terhadap kelompok pro-kemerdekaan di Papua yang kerap terlibat konflik bersenjata dengan aparat keamanan.
“Karena sebelum ada perintah langsung dari presiden dan penetapan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) sebagai teroris, sudah banyak sekali korban dari pihak masyarakat sipil, ditembak mati karena disangka, dikira dan ternyata salah tembak,” kata Aministrator Apostolik Keuskupan Timika, Pastor Marthen Kuayo dalam pernyataan tertulis, Minggu, 2 Mei 2021.
Pastor Marthen mencontohkan, terjadinya pembunuhan tiga orang di RSUD Kabupaten Intan Jaya, sebulan yang lalu. Contoh lain, seorang gila bernama Kuligi Mirip ditembak mati di Dugusiga, Intan Jaya oleh aparat keamanan dan diberitakan sebagai anggota KKB.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mohammad Mahfud MD telah mengumumkan pada 29 April bahwa KKB yang melakukan kekerasan massif adalah teroris.
Ia juga menyebut bahwa pemerintah akan segera mengambil langkah untuk menangani mereka sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme.
Pastor Martin mengatakan, saat ini yang perlu dilakukan adalah melakukan identifikasi kelompok KKB secara benar dan serius agar tidak mengorbankan masyarakat sipil dan jangan malah memberikan label teroris kepada KKB.
“Karena pertama, dengan label teroris ruang demokrasi yang selama ini mati suri akan benar-benar mati di Tanah Papua,” katanya.
“Kedua, Papua Tanah Damai yang selama ini diperjuangkan oleh pimpinan agama-agama dan masyarakat di Tanah Papua akan ternoda,” ucapnya.
Dirinya meyakini, sebelum menetapkan KKB sebagai teroris, ada serangkaian kejadian beruntun yang patut diduga adanya sebuah skenario.
Ia menyebut penembakan seorang pedagang, pembakaran pesawat MAF, penembakan seorang anak sekolah, penembakan guru, pembakaran sekolah, penembakan seorang ojek, penembakan kepala BIN Papua dan terakhir penembakan tiga prajurit.
“Pemerintah dan pimpinan keamanan agar bisa secara terbuka memberitahukan siapa sebenarnya KKB. Karena sampai saat ini identitas KKB masih samar dan menimbulkan banyak pertanyaan. Apakah KKB itu sekelompok milisi? Atau apakah KKB itu bukan TPNPB-OPM yang ingin memisahkan diri dari Indonesia? Atau mungkin sebuah kelompok yang lain sama sekali,” katanya.
Ia juga meminta pemerintah Indonesia dan kelompok prokemerdekaan Papua untuk melakukan gencatan senjata serta bersama-sama mencari jalan keluar penyelesaian konflik.
Pemerintah Joko Widodo dan pimpinan keamanan, kata dia, perlu mengevaluasi pendekatan penyelesaian konfik di Papua yang selama ini digunakan.
“Karena sudah cukup lama pendekatan yang sama digunakan dan sampai hari ini, konflik dan kekerasan tidak selesai bahkan terkesan lebih buruk dari sebelumnya,” katanya.
Ia menyinggung situasi di Papua seperti di Nduga dan secara khusus di Kabupatan Intan Jaya dan Puncak yang masih tidak menentu, akibat konflik antara aparat keamanan dan kelompok pro-kemerdekaan.
“Kami sebagai pimpinan Gereja Katolik Keuskupan Timika, yang mana wilayah pelayanan kami meliputi wilayah-wilayah yang selama ini banyak terjadi konflik, seperti Kabupaten Puncak dan Intan Jaya, sangat prihatin atas peristiwa-peristiwa kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini dan juga terutama pada minggu-minggu terkahir,” ungkapnya.
Saat ini, menurutnya, banyak umat dan masyarakat sipil, baik asli Papua maupun non-Papua, terkena dampak dari konflik yang terjadi, di mana mereka ketakutan dan pergi meninggalkan rumah, pekerjaan dan pergi meninggalkan kampung halamannya.
“Situasi di wilayah pelayanan kami, sungguh-sungguh buruk. Perlu adanya upaya bersama, menemukan langkah-langkah yang tepat dan bijaksana untuk mengembalikan situasi agar menjadi normal kembali,” harapnya.
Komentar