Katoliknews.com – Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo hadir dalam acara Natal bersama yang digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada Jumat, 17 Januari 2020.
Tokoh agama lain yang juga diundang adalah perwakilan dari Gereja Protestan, Pendeta Willem TP Simarmata dan Ketua Presidium Majelis Nasional Pendidikan Katolik, Rm Vinsensius Darmin Mbula OFM.
Acara yang digelar di Plaza Insan Berprestasi, Kemendikbud, Jakarta itu mengambil tema khusus, “Melalui Semangat Natal, Kita Wujudkan Sumber Daya Manusia Unggul dan Berkarakter.”
Mendikbud Nadiem Anwar Makarim bersama isterinya yang beragama Katolik, Franka Franklin bergabung dengan para pejabat dan undangan lain dalam acara itu.
Berbicara menyampaikan refleksinya atas tema itu, Suharyo menyampaikan sejumlah pesan, tentang perlunya menyelami makna perayaan kelahiran Yesus itu dalam konteks situasi dunia saat ini. Di antara berbagai pesannya itu, ia mengajak pentingnya merespon secara arif berbagai tanda-tanda zaman, salah satunya terkait fenomena mengejar kecepatan, lalu meminggiarkan upaya mencari kedalaman.
Ia mengatakan, peristiwa Natal diharapkan membuat hidup kita menjadi “bermakna, tidak sekedar berguna.”
“Harapan kita juga menjadi semakin kokoh, karena kedatangan Yesus adalah tanda yang sangat jelas bahwa Allah yang telah memulai karya yang baik di antara kita akan menyelesaikannya juga,” katanya.
Suharyo pun mengajak semua yang hadir dalam perayaan itu untuk mengingat “para pengajar, para pendidik yang bertugas di tempat-tempat jauh, terpencil, mungkin juga berbahaya.”
“Kita dukung mereka dengan doa-doa kita, dengan perhatian kita. Semoga pelayanan mereka berkenan kepada Tuhan dan menjadi berkat bagi bangsa kita,” katanya.
Ia menambahkan, perayaan Natal akan makin kontekstual, dan akan semakin membarui, “kalau kita semakin berusaha untuk semakin berusaha memahami makna Natal itu.”
“Kita bisa mengajukan pertanyaan ini misalnya, mengapa dan untuk apa Yesus lahir ke dunia ini?”
“Yesus lahir dan datang ke dunia ini agar Allah dapat berbicara kepada kita.”
Ia lalu menanyakan, “Ketika Yesus sudah tidak ada lagi di antara kita, Allah berbicara kepada kita lewat apa?”
Mengutip teks Injil Yohanes yang menyatakan bahwa “Firman telah menjadi manusia,” ia menyatakan, konsekuensi iman itu adalah kita mendengar sapaan, kata-kata Allah itu dalam sejarah umat manusia.”
“Dan itu berarti secara praktis kita sebagai orang beriman dituntut untuk peka pada tanda-tanda zaman. Karena melalui tanda-tanda zaman itu, Allah ingin berbicara pada kita,” katanya.
Suharyo, yang juga Ketua Konferensi Waligereja Indonesia mengatakan, ada sekian banyak tanda-tanda zaman yang menarik.
Ia menyebut contoh tanda-tanda zaman yang memberi harapan, terkait bagaimana Malala Yousafzai, remaja puteri di Pakistan mendapat Nobel Perdamaian karena memperjuangkan hak-hak perempuan, juga Greta Thunberg, gadis 16 tahun asal Swedia yang berjuang mempengaruhi masyarakat dan para kepala negara supaya sungguh memperhatikan perubahan iklim.
Suharyo menyatakan, di negara kita, “kita tidak kekurangan pribadi-pribadi yang unggul dan berkarakter seperti itu,” yang hidupnya membawa harapan bagi orang lain.
“Sekian banyak anak muda kira yang rela tinggal di tempat-tempat yang jauh, berinisiatif memberdayaan masyarakat yang belum sejahtera,” katanya.
Tetapi selain tanda-tanda zaman yang memberi harapan dan kegembiraan, ia menyebut tidak sedikit juga tanda-tanda zaman yang memperihatinkan dan mencemaskan.
Ia menyebut fenomena di mana banyak orang yang mengejar kecepatan, namun melupakan dimensi kedalaman.
“Sekarang ini semua cepat, tetapi pertanyaannya, mendalam atau tidak. Ketika hanya kecepatan yang dipertimbangkan, kita tidak akan pernah tahu akan menjadi apa pribadi yang mau cepat-cepat itu,” katanya.
“Saya duga, karena cepat-cepat itulah muncul korupsi, mau cepat kaya (maka) korupsi, mau cepat berkuasa (maka) menggunakan segala macam cara,” katanya.
Ia juga menyebut tanda-tanda zaman lain, yakni pemanasan bumi, juga fenomena ujaran kebencian serta intoleransi.
“Kita memperhatikan kosa kata baru yang akhir-akhir ini semakin sering digunakan, yang sepuluh tahun yang lalu belum begitu kita kenal, misalnya ujaran kebencian. Sepuluh tahun lalu, kata itu seolah-olah tidak ada, demikian juga intoleransi, politik identitas, macam-macam hal yang menjadi tanda-tanda zaman untuk kita.”
“Maka pertanyaannya, melalu tanda-tanda zaman sperti itu, sebetulnya Allah ingin berbicara apa kepada kita?” tanyanya.
Suharyo mengingingatkan bahwa “Yesus adalah Sang Manusia, yang mampu menjadi sahabat bagi siapapun juga.”
Menghubungkan renungannya dengan tema perayaan itu, ia mengatakan, “pesan untuk menjadi pribadi manusia yang ungggul dan berkarakter adalah pesan bagi umat Kristiani untuk menjadi semakin setia mengikuti Yesus, bahkan tidak sekedar mengikuti, tetapi juga semakin serupa dengan Yesus.”
“Seperti dikatakan St Paulus, ‘Bukan aku lagi yang hidup, tapi Kristus yang hidup di dalam aku,” kata Suharyo.
Ia menambahkan, “menjadi pribadi yang unggul dan berkarakter, saya yakin juga bisa berarti merawat cinta akan tanah air.”
“Semakin setia mengikuti Yesus, wujudnya antara lain adalah bertumbuh di dalam rasa cinta akan tanah air,” katanya.
Komentar