Katoliknews.com – Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menggelar Sidang Raya XVII di Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang dibuka pada hari ini, Jumat 8 November 2019.
Sidang itu akan berlangsung hingga 13 November.
“Sekitar 1.000 orang peserta akan mengikuti sidang ini, yang merupakan perwakilan dari sinode gereja anggota PGI, PGIW/SAG, lembaga mitra dalam dan luar negeri,” demikian menurut Irma Riana Simanjuntak, juru bicara PGI dalam keterangan tertulisnya.
Acara ini awalnya direncanakan dibuka oleh Presiden Joko Widodo, namun ia dipastikan tidak hadir dan diwakili oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, demikian kata Irma.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menko Luhut Binsar Panjaitan juga direncakan hadir dalam sidang itu pada Sabtu esok.
Kegiatan pembukaan dilaksanakan di Pantai Puru Kambera, sementara persidangan dilaksanakan di GKS Jemaat Payeti, Waingapu.
SR adalah lembaga tertinggi dalam pengambilan keputusan terakhir PGI, demikian menurut Irma.
Tugas SR antara lain membahas dan memperdalam hidup gerejawi dalam persekutuan, kebaktian, kesaksian, dan pelayanan, dengan bersama-sama menelaah firman Allah; membahas keadaan dan tanggung jawab bersama gereja-gereja di Indonesia; menetapakan dokumen-dokumen keesaan gereja; menilai dan menerima pertanggungjawaban MPH-PGI; serta memilih dan atau menetapkan anggota-anggota dari MPL-PGI, MPH-PGI, Badan Pengawas Perbendaharaan PGI, dan Majelis Pertimbangan PGI.
Apa yang Akan Dibahas?
SR XVII mengusung tema “Aku Adalah yang Awal dan yang Akhir” (bdk. Wahyu 22:12-13), dan sub tema “Bersama Seluruh Warga Bangsa, Gereja Memperkokoh NKRI yang Demokratis, Adil dan Sejahtera bagi Semua Ciptaan Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.”
“Tema dan sub tema tersebut merefleksikan pengakuan iman Gereja-gereja di Indonesia, bahwa meski di tengah persoalan yang semakin kompleks yang dihadapi masyarakat, iman kita kepada Kristus, yang telah menjalani penderitaan, bahkan mati di kayu Salib tetapi telah bangkit mengalahkan maut, memberikan secercah harapan untuk melangkah ke depan bersama seluruh anak bangsa,” kata Irma.
Ia menyatakan, SR XVII PGI adalah kesempatan bagi para pimpinan gereja-gereja untuk membicarakan langkah-langkah nyata menanggulangi masalah-masalah, baik secara nasional maupun dalam gerakan oikoumene, yakni krisis kebangsaan, krisis ekologi, dan krisis keesaan.
“Di samping itu perhatian khusus diberikan pada tantangan revolusi digital,” jelasnya.
Sidang lima tahunan in telah didahului dengan kegiatan pra sidang, yaitu Pertemuan Raya Pemuda (PRPG) Waikabubak, Sumba Barat dan Pertemuan Raya Perempuan Gereja (PRPrG) di Waitabula, Sumba Barat Daya. Keduanya digelar pada 2-5 November.
Selain itu, ada Pekan Komunikasi Kristen (PKK) yang waktu pelaksanaannya bersamaan dengan SR.
PRPrG, jelas Irma wadah dan kesempatan bagi perempuan-perempuan gereja untuk berbagi pengalaman bergereja dan bermasyarakat dalam rangka pendalaman spiritual, mengasah pikiran untuk menghasilkan ide-ide penting dalam rangka memberikan kontribusi kepada Sidang Raya PGI XVII, untuk selanjutnya diterapkan dalam gereja-gereja.
Sedangkan PRPG adalah ruang perjumpaan oikoumenis dalam membangun visi bersama merespon berbagai pergumulan yang menjadi tantangan bersama sebagai orang muda Kristen di tengah bangsa maupun dalam keberadaannya sebagai manusia di tengah muka bumi ini untuk 5 tahun ke depan.
“Selain itu, ajanng itu juga merupakan momentum untuk merayakan kasih dan penyertaan Tuhan dalam semangat kebersamaan sebagai sebuah kesatuan tubuh Kristus dalam sebuah pesta iman,” katanya.
“Sementara PKK menjadi ajang pertemuan para pekerja media Kristen untuk mendiskusikan perkembangan media komunikasi, menampilkan karyanya serta peluang untuk berbagi pengetahuan dan ketrampilan.” lanjut Irma.
Umbu M. Marisi, Ketua Umum Panitia SR XVII PGI, mengatakan, selain gereja dan masyarakat, kegiatan ini mendapat dukungan luar biasa dari Pemerintah Pusat dan 4 Kabupaten yang ada di Sumba.
Bahkan, jelasnya, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat menegaskan bahwa SR XVII PGI dan kegiatan pra SR tidak hanya tanggungjawab Sinode GKS, tetapi juga Pemprov NTT.
Mengapa memilih Sumba?
Pemilihan Sumba sebagai lokasi sidang, jelas Irma, selain karena menjadi keputusan Sidang Raya XVI di Kepulauan Nias, juga karena daerah itu dan NTT secara umum merupakan salah satu daerah termiskin di Indonesia.
“Isu yang muncul di wilayah ini adalah human trafficking, kerusakan lingkungan, pendidikan. Isu-isu ini akan dibahas,” katanya.
Selain itu, jelas dia, NTT termasuk Sumba juga merupakan wilayah yang memiliki toleransi tinggi dan keindahan alam yangg potensial untuk dikembangkan.
“Dengan adanya perhelatan ini, Sumba akan lebih bangkit menuju kesejahteraan,” katanya.
“Saat itu gereja-gereja fokus untuk pengembangan daerah daerah terdepan termasuk Sumba,” lanjut Irma.
Komentar