Kini, Gereja Katolik Indonesia memiliki program doktor untuk jurusan teologi. Program ini dirintis oleh Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi (STFT) Widya Sasana Malang, Jawa Timur, demikian laporan media Katolik Asia, Ucanews.com.
Peluncuran program studi tersebut dilakukan pada Jumat, 23 Agustus 2019, yang ditandai dengan penyerahan Surat Keputusan dari Sekertaris Ditjen Bimas Katolik , Aloma Sarumaha kepada Rektor STFT Widya Sasana, Romo Fransiskus Xaverius Eko Armada Riyanto CM.
Romo Armada mengatakan, program doktor teologi ini secara historis merupakan yang pertama di lingkup Pendidikan Tinggi Katolik di Indonesia.
Ia menyebut, hal ini sebagai langkah maju bagi Gereja Katolik Indonesia.
“Dari sisi Gereja Katolik, kebutuhan akan doktor teologi itu sangat konkret,” katanya kepada Ucanews.com.
Menurut Romo Armada, mereka membutuhkan waktu sekitar dua tahun untuk mempersiapkan semua persyaratan, antara lain ketersediaan dua guru besar dan tiga lektor kepala.
Meskipun demikian, katanya, pemerintah memberi kemudahan kepada mereka untuk merekrut dosen tidak tetap, antara lain Profesor Dr. Adrianus Sunarko OFM – yang juga berkarya sebagai Uskup Pangkalpinang dan ketua Komisi Teologi Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).
“Nanti pada gilirannya bila program ini sudah berlangsung, pasti akan melibatkan pakar-pakar teologi dari institusi-institusi di seluruh Indonesia dan luar negeri,” kata Romo Armada.
Ia menambahkan bahwa Program Doktor Teologi akan dimulai pada awal September dan diikuti oleh sekitar 12 mahasiswa.
Mgr Sunarko yang dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Teologi pada Mei lalu di STFT Driyarkara di Jakarta menyambut baik peluncuran Program Doktor Teologi tersebut.
“Bagus sekali. Kita menyambut dengan sukacita karena ada kemungkinan untuk studi teologi yang lebih baik, di tingkat yang lebih tinggi,” katanya kepada ucanews.com.
Ia berharap program studi tersebut mampu mengembangkan refleksi-refleksi teologis kontekstual, yang selalu menanggapi tantangan-tantangan baru yang dihadapi orang beriman di Indonesia.
“Yang pasti, misalnya, tantangan dalam menghadapi pluralisme atau keanekaragaman dan relasi dengan penganut agama-agama lain serta masalah ekologi dan kemiskinan,” katanya.
“Itu mungkin tiga tantangan yang akan terus dihadapi, bagaimana teologi bisa menyumbangkan refleksi-refleksinya terutama refleksi soal kebangsaan dan Pancasila,” lanjut Mgr Sunarko.
Komentar