Katoliknews.com – Kisah perjalanan Pastor Stefanus Hendrianto SJ – sosok yang dahulu dikenal sebagai aktivis prodemokrasi, menimbulkan banyak kesan takjub bagi banyak orang, termasuk rekan-rekannya yang dahulu sama-sama berjuangan meruntuhkan rezim Soeharto.
Pastor yang saat menjadi aktivis dikenal dengan nama Hendri Kuok ini pernah menjadi aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD). Ia bahkan menjadi utusan PRD di Komisi Pemilihan Umum pada 1999.
Namun, jalan hidupnya kemudian berubah saat ia meninggalkan Indonesia dan belajar hukum di luar negeri.
Setelah merasa menemukan panggilan Tuhan saat belajar untuk gelar Ph.D di Amerika Serikat, ia pun memutuskan menjadi seorang Jesuit.
Pastor kelahiran Pulau Bangka ini ditahbiskan menjadi imam pada 8 Juni bersama 21 rekannya.
Salah satu rekannya dahulu di PRD dan kini menjadi anggota DPR RI dari Partai PDI Perjuangan adalah Budiman Sudjatmiko.
Mendengar kabar tahbisan Pastor Hendriatno, Budiman, mantan Ketua Umum PRD menulis di Twitter-nya tentang pengalaman perjumpaan mereka belasan tahun lalu, saat ia pertama kali mendengar kabar bahwa rekannya itu hendak menjadi imam.
“Saat ktm 2005 di @bukugpu, dia ngaku jd calon pastor area kumuh di Chicago stlh ambil PhD di AS. Saat kutanya knp jd pastor (padahal wkt menjengukku di penjara, kujodohin dgn temanku). Jawabnya: “Pernah jd aktivis bantu orang miskin, skrg lewat agama. Saat itu saya cuma nyahut, ” Ya sudah. Good luck, Jon…(panggilan kami dulu di PRD ke dia). Kamu lewat teologi, aku mau lewat teknologi..Yg penting sama2 mbantu orang miskin!” tulis Budiman dia akunnya @budimandjatmiko.
Budiman, yang pernah dipenjara dikenal sebagai aktivis PRD yang sangat vokal melawan Orde Baru. Ada beberapa dari rekan-rekan mereka yang tidak ‘pulang’ hingga detik ini, seperti Wiji Thukul, Petrus Bima Anugerah, Suyat, Herman Hendrawan, yang menjadi bagian 13 orang hilang pada kurun waktu 1997-1998.
Yustinus Prastowo, ahli perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) lewat akun Twitternya @prastow mengunggah salah satu buku berbahasa Inggris yang ditulis Pastor Hendrianto berjudul “Law and Politics of Constitutional Courts: Indonesia and the Search for Judicial Heroes.”
“Salah satu buku karya Romo Stefanus Hendrianto,SJ tentang Mahkamah Konstitusi yang diterbitkan Routledge, salah satu penerbit besar. Dari sononya memang sdh pinter,” tulisnya.
Rekan Hendri yang lain, Made Supriatma, yang mengenal Hendri sebagai aktivis mahasiswa di Yogyakarta ikut memberi dukungan atas pilihan rekannya itu.
“Saya mengenalnya sebagai aktivis pada era Orde Baru. Jalan yang dia pilih sangat ekstrem pada zamannya. Seekstrem pilihannya kemudian menjadi Jesuit. Selamat memulai hidup baru sebagai Imam,” tulis Made pada dinding akun Facebook-nya.
Sejak meninggalkan Indonesia, Pastor Hendriatno mengambil kuliah magister hukum di Universitas Utrecht, Belanda, dan kemudian mengambil doktoral bidang hukum di University of Washington School of Law di Seattle, Amerika Serikat,
Dilansir dari laman Jesuit.org, Hendri mengawali proses menjadi imam sejak Oktober 2009, setelah menamatkan pendidikan doktoralnya.
Titik awalnya adalah lewat perjumpaan dengan Imam Dominikan di Catholic Newman Center University of Washington, lalu memutuskan menjadi imam Jesuit setelah perjumpaan dengan Robert Spitzer, SJ, Jesuit yang mengajar di Gonzaga University di Spokane, Washington.
BACA JUGA: Stefanus Hendrianto SJ: Mantan Aktivis 1998, Kini Jadi Pastor Jesuit di Amerika
Selama masa pendidikannya, Hendri pernah bekerja melayani orang-orang Yupik Eskimo di Bethel, Alaska. Ia juga membantu pelayanan kampus di Universitas Gonzaga di Spokane, Washington, belajar filsafat di Loyola University Chicago, mengajar di Departemen Hukum Universitas Santa Clara, menjadi peneliti di Kellogg Institute for International Studies Universitas Notre Dame, dan menyelesaikan pendidikan teologi di Boston College School of Theology and Ministry.
Saat di Boston, pengagum Santa Edith Stain atau Santa Teresa Benedikta dari Salib itu mendampingi para perempuan yang sedang hamil dan tidak memiliki tempat tinggal.
Komentar