Katolinews.com – Demi merespon beragam perubahan saat ini, yang juga ikut mempengaruhi dunia pendidikan, Universitas Katolik Musi Charitas, Palembang mengambil inisiatif mendiskusikannya dalam sebuah konferensi yang digelar pada Jumat-Sabtu, 21-22 Juli 2017.
Konferensi Sekolah Katolik Indonesia (KSKI) ini dihadiri oleh 300 peserta, yang terdiri dari ketua yayasan, guru dan kepala sekolah dari Majelis Pendidikan Katolik (MPK) Palembang, Lampung dan Pangkalpinang. Hadir pula mahasiwa Universitas Musi Charitas serta beberapa peserta dari Jawa Barat.
Slamet Santoso Sarwono, Rektor Universitas Katolik Musi Charitas mengatakan, acara ini bertujuan agar tenaga pengajar yang ada di Indonesia, khususnya di lembaga pendidikan Katolik dapat terus berkembang dan melatih diri sehingga mampu beradaptasi dengan situasi saat ini.
Profesor Alex Tilaar, keynote speech dalam konferensi itu mengatakan, perubahan saat ini begitu cepat, “Bagi yang tidak mau mengikuti akan ketinggalan,” katanya.
Namun, kata dia, mengikuti perkembangan global tidak boleh melupakan identitas sebagai bangsa Indonesia.
Ia menjelaskan, membangun peradaban mesti dimulai dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Sementara itu, Martha Tilaar, praktisi kecantikan mengatakan, setiap peserta didik harus diarahkan untuk menjadi pribadi yang DJITU, akronim dari Disiplin, Jujur, Iman, Inovasi, Tekun dan Ulet.
“Karena hanya pribadi yang Djitu yang mampu menggapai impian yang besar,” katanya.
Sementara itu, Profesor Anita Lie, pembicara lain pada konferensi ini mengatakan, guru adalah aktor utama dalam pelaksanaan kurikulum dan memegang peranan yang sangat sentral dalam penerapannya.
Hal penting yang perlu disadari setiap guru, kata dia, adalah setiap pelajaran memiliki tantangan yang berbeda dan menghadapinya dengan terus belajar dan membaharui diri.
Ia juga menegaskan, profesi guru merupakan panggilan Tuhan.
“Profesi ini merupakan tugas mulia, yakni mengambil bagian dari karya Tuhan di dunia,” katanya.
“Guru adalah pembawa terang dalam kegelapan. Perjalanan profesi menjadi guru menjadi proses penemuan identitas diri,” tambahnya.
Praktisi pendidikan, St Kartono menambahkan, harapan membentuk guru yang profesional akan terwujud jika ada kerja sama antara yayasan, lembaga dan pribadi guru sendiri, terutama untuk membantu memurnikan panggilan dan motivasi sebagai seorang guru.
“Guru yang baik adalah guru yang memiliki tiga hal, yakni integritas, komitment dan matiraga,” katanya
Ia menambahkan, guru harus mengembangkan dirinya secara maksimal untuk memenuhi segala kebutuhannya.
“Salah satunya adalah bisa menjadi penulis atau mengembangkan bakat lainnya,” katanya.
Rm Kuntoro Adi SJ, sekertaris eksekutif Komisi Pendidikan KWI, penguasaan teknologi, seperti internet menjadi modal penting bagi guru.
Ia menjelaskan, siswa generasi Z sudah sangat familiar dengan teknologi.
“Jangan sampai guru ketinggalan oleh siswa,” katanya.
Namun, ia mengingatkan, guru tetap harus mengarahkan siswa untuk memanfaatkan teknologi ke arah yang positif.
Mnpkindonesia.org/Katoliknews
Komentar