Jakarta, Katoliknews.com – Umat Katolik Indonesia gelar konferensi nasional (Konfernas) di Kampus Unika Atma Jaya Jakarta, hari ini Sabtu 12 Agustus 2017. Konferensi ini menegaskan sikap untuk tetap menjaga Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara ditengah derasnya arus intolerasi.
Konfernas yang didukung oleh semua elemen Katolik se-Indonesia termasuk organisasi kemasyarakatan Katolik seperti ISKA, WKRI, PK, PMKRI, FMKI, Universitas Katolik seperti Universitas Katolik Parahyangan, Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta, Universitas Katolik Atma Jaya Yogyakarta, Universitas Katolik Soegiyopranoto, Keuskupan dan para tokoh, guru, politisi, birokrat ini merupakan keputusan strategis Gereja Katolik Indonesia dalam merefleksikan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Diakui, keputusan itu sesuai motto Uskup pribumi pertama, Mgr Albertus Sogijapranata SJ yang mengatakan, 100% umat Katolik dan 100% warga negara Indonesia.
“Umat Katolik Indonesia mempertegas kembali bahwa para pendiri bangsa dengan sangat tepat dan benar telah mewariskan Pancasila kepada bangsa Indonesia,” demikian bunyi siaran pers yang diterima Katoliknews.com Jumat 11 Agustus 2017.
Dijelaskan juga bahwa dinamika yang terjadi akhir-akhir ini, misalnya pertentangan kuat dan keras antara nilai mayoritas dan minoritas, antara muslim dan non muslim, intoleransi, radikalisme, pendukung Pancasila dan menolak Pancasila tidak hanya memunculkan keprihatinan dan kekhawatiran.
“Tetapi harus diakui juga, merupakan berkah bagi bangsa, negara dan tanah air Indonesia, karena hal ini mengingatkan kembali perjanjian luhur bangsa Indonesia yang harus dipelihara dan dijaga,” demikian bunyi pernyataan tersebut.
Umat Katolik Indonesia juga ungkap bahwa semangat reformasi sempat meninabobohkan pemimpin dan masyarakat. Namun, ancaman disintegrasi membuka mata akan pentingnya menghayati nilai-nilai luhur Pacasila.
“Ancaman disintegrasi itu meletakkan negara pada masa depan yang kabur dan bahkan tidak jelas.”
“Berbagai fenomena politik yang muncul, secara tidak langsung juga mempertanyakan kembali hakikat konsensus dasar nasional yakni Pancasila, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika dan UUD RI 1945,” demikian dijelaskan.
Umat Katolik Indonesia melihat generasi demi generasi yang hidup di berbagai pulau, provinsi, kabupaten, kecamatan, kelurahan, desa, dusun, menurut KWI, hanyalah pewaris dan penerus apa yang telah dibangun oleh para pendiri bangsa.
Diakui, terdapat gerakan yang ingin merobohkan negara Indonesia dengan cara menghancurkan Pancasila mengindikasikan hilangnya jati diri bangsa dalam diri generasi-generasi tersebut.
“Maka, upaya merawat nilai-nilai kehidupan bermasyarakat harus senantiasa dilakukan secara sistematis oleh seluruh elemen bangsa.”
“Indikasi di atas sekaligus menjelaskan bagaimana pendidikan di Indonesia direncanakan dan berjalan selama ini, bagaimana partai politik di Indonesia menyiapkan para kadernya, bagaimana proses pembentukan pemimpin daerah dan pemimpin nasional, demokrasi dan politik Indonesia berjalan, serta bagaimana seharusnya peran para pemuka agama,” demikian dijelaskan.
Jika Pancasila, konsesus dasar tersebut diabaikan, sudah pasti Indonesia sedang berjalan menuju kehancuran.
“Sudah saatnya momentum titik kembali itu dimulai untuk mengingatkan landasan konsensus kita sebagai bangsa,” demikian bunyi pernyataannya tersebut.
Soal penetapan hari lahir Pancasila, pemberlakuan Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang Perubahan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan pembentukan Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP), bagi KWI harus menjadi momentum resureksit jati diri bangsa yang dijiwai nilai-nilai Pancasila.
“Hal ini sebagai langkah awal membangun kembali kewaspadaan nasional atas banyaknya ancaman yang dihadapi bangsa dan negara Indonesia.”
“Para pimpinan masyarakat dan negara haruslah merujuk kepada nilai-nilai kebangsaan seperti musyawarah mufakat, gotong rotong, persaudaraan dan bukan mengutamakan kepentingan pribadi dan golongannya sendiri, tapi harus meletakkan kepentingan nasional diatas segala-galanya,” jelas mereka.
Sementara itu, terkait narkoba, korupsi, radikalisme, terorisme, intoleransi, dan lainnya diakui juga sebagai penghambat cita-cita dan tujuan nasional bangsa. Namun, menurut Umat Katolik Indonesia, hal yang disebutkan itu hanyalah sebagian dari benyak dan besarnya potensi ancaman yang ada di masa sekarang dan masa depan.
“Musuh bangsa Indonesia bukanlah bangsa sendiri tetapi mereka yang menginginkan negara Indonesia dan Pancasila hancur,” demikian dijelaskan.
Konfernas ini akan dibuka oleh Sekretaris Jenderal KWI, Mgr Antonius Subianto Bunyamin OSC serta akan ditutup oleh Ketua Komisi Kerawam KWI, Mgr. Vincentius Sensi Potokota, Pr.
Selain itu, hadir juga Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, Menteri Pertahanan Jendral TNI (Purn) Ryamizard Riacudu, serta Menteri Komunikasi, Informasi dan Informatika Rudiantara.
j-aR/Katoliknews
Komentar