Katoliknews – Rohaniwan Katolik sekaligus pakar etika di Sekolah Tinggi Filsafat Driyrakara, Romo Franz Magnis-Suseno SJ hadir sebagai saksi ahli dalam sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Selasa, 2 April 2024.
Guru Besar Emeritus Filsafat itu hadir sebagai saksi ahli dari kubu pemohon 03, yakni pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang diusung PDI Perjuangan, PPP, Hanura, dan Perindo.
Romo Magnis, demikian kondang ia disapa, dalam keterangannya menyoroti etika presiden yang seharusnya berdiri sebagai pemimpin bagi semua pasangan calon, bukan hanya pasangan calon atau partai tertentu dalam perhelatan Pilpres kali lalu.
Hal itu ia ungkapkan terkait adanya dugaan penyalahgunaan kekuasaan untuk pemenangan pasangan 02 dan praktik nepotisme yang dilakukan Presiden Joko Widodo, di mana putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai cawapres berpasangan dengan Prabowo Subianto.
“Kalau presiden berdasarkan kekuasaannya begitu saja mengambil bansos untuk dibagi-bagi dalam rangka kampanye paslon yang mau dimenangkannya, maka itu mirip dengan seorang karyawan yang diam-diam mengambil uang tunai dari kas toko. Jadi itu pencurian ya pelanggran etika,” kata Romo Magnis.
“Itu juga tanda bahwa dia sudah kehilangan wawasan etika dasarnya tentang jabatan sebagai presiden bahwa kekuasaan yang dia miliki bukan untuk melayani diri sendiri, melainkan melayani seluruh masyarakat,” lanjutnya.
Terkait praktik nepotisme dengan majunya putra sulung Presiden, menurut Romo Magnis, kalau seorang presiden memakai kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh bangsanya untuk menguntungkan keluarganya sendiri, itu amat memalukan.
Sebab, kata Magnis, hal itu membuktikan bahwa dia tidak mempunyai wawasan presiden ‘hidupku 100% demi rakyatku’, melainkan hanya memikirkan diri sendiri dan keluarganya.
Romo Magnis juga memberi perhatian pada keberpihakan presiden, yang kemudian menimbulkan ketidaknetral aparat Negara.
“Tetapi begitu dia memakai kedudukannya, kekuasaannya, untuk memberi petunjuk pada ASN, polisi, militer, dan lain-lain, untuk mendukung salah satu paslon serta memakai kas negara untuk membiayai perjalanan-perjalanan dalam rangka memberi dukungan kepada paslon itu, dia secara berat melanggar tuntutan etika bahwa dia tanpa membeda-bedakan adalah presiden semua warga negara termasuk semua politisi,” ujarnya.
Sebelumnya, tahapan pemilihan Presiden-Wakil Presiden Republik Indonesia kini memasuki tahapan gugatan di Mahkamah Konstitusi, setelah pada 20 Maret lalu Komisi Pemilihan Umum [KPU} menetapan pasangan Prabowo-Gibran sebagai pemenang dengan total 96.214.691 suara (58.58%, kemudian disusul pasangan Anies-Muhaimin dengan jumlah suara 40.971.906 (24,95%), dan di nomor buncit pasangan Ganjar-Mahfud dengan 27.040.878 suara (16,47%).
Pasangan Ganjar-Mahfud dan pasangan Anies-Muhaimin kemudian mempersoalkan hasil itu dengan menggugatnya di Mahmakah Konstitusi.
Komentar