Katoliknews – Guru Besar Filsafat yang juga rohaniwan Jesuit Franz Magnis Suseno SJ membela Paus Fransiskus yang menuai kritik usai menyerukan agar Ukraina bersedia berunding dengan Rusia untuk menghentikan laju kerusakan dan bertambahnya korban akibat konflik kedua negara itu.
Magnis, demikian sapaannya, mengatakan, Paus tak menyangkal hak Ukraina untuk membela diri dan untuk menyelamatkan keutuhan wilayahnya.
“Akan tetapi, apabila kelihatan bahwa itu tidak mungkin , bahwa perang masih bisa terus bertahun-tahun, Ukraina akan semakin hancur total, dan akhirnya sangat mungkin ambruk,” kata Magnis dalam opininya di harian Kompas, Selasa, 26 Maret 2024.
“Semua tahu, Rusia punya napas lebih panjang,” tandas Magnis.
Menurut Magnis, seharusnya para skutu Ukraina berterima kasih kepada Paus karena telah menyatakan sesuatu yang sebenarnya para pemimpin Ukraina sendiri ataupun Presiden As Joe Biden, Kanselir Jerman Olaf Scholz, dan Perdana menteria Polandia Donald Tusk sudah tahu, tetapi tidak berani mengatakannya, yaitu Ukraina tidak akan pernah bisa merebut kembali wilayah yang diduduki Rusia.
“Kebenaran perlu diungkapkan walaupun menyakitkan,” kata Imam Katolik itu.
Sebelumnya, dalam wawancara dengan Radio Swiss, RSI, yang sebagian disiarkan pada 9 Maret, Paus menganjurkan kepada Ukraina membuka pintu perundingan damai dengan Rusia.
“Apabila kelihatan bahwa kita kalah, bahwa situasi tidak berjalan baik, perlu keberanian untuk berunding,” kata Paus dalam wawancara itu.
Ditanyai pewawancara, “Apa itu berarti untuk menyerah, berani untuk mengangkat bendera putih?”, Paus menjawab: “Tergantung bagaimana itu dilihat. Tetapi, saya berpikir bahwa yang lebih kuat yang menyadari situasi, yang mengingat rakyat, yang berani mengangkat bendera putih, berunding.”
Seketika setelah wawancara itu keluar, Ukraina dan Dunia Internasional bersuara keras.
“Orang yang paling kuat adalah mereka yang dalam sebuah pertarungan antara kebaikan dan kejahatan, berdiri di sisi kebaikan daripada berusaha memosisikan keduanya setara dan menyebutnya ‘negosiasi’,” ucap Menteri Luar Negeri Ukraina Kuleba melalui akun media sosialnya di X.
Kuleba mendorong supaya Paus tidak mengulangi kesalahan masa lalu dan terus mendukung Ukraina serta rakyatnya dalam perjuangan yang adil demi nyawa mereka.
“Terkait bendera putih, kami tahu strategi Vatikan ini sejak paruh pertama abad ke-20,” kata dia, yang tampaknya mengungkit kolaborasi antara sejumlah pihak di Gereja Katolik dengan Nazi Jerman di era Perang Dunia II.
Menteri Luar Negei Polandia juga merespons melalui akun X-nya dengan mengatakan, “Bagaimana kalau, demi keseimbangan, mendorong Putin agar berani menarik pasukannya dari Ukraina? Perdamaian akan segera terwujud tanpa perlu negosiasi.”
Uskup Agung Sviatoslav Shevchuk, ketua Gereja Katolik Yunani Ukraina juga mengatakan bahwa warga Ukraina tidak akan pernah mempertimbangkan kemungkinan untuk menyerah.
“Ukraina terluka namun tak terkalahkan! Ukraina kelelahan, namun tetap bertahan dan akan bertahan. Percayalah, tidak pernah terlintas dalam pikiran siapa pun untuk menyerah,” kata Uskup itu.
Vatikan kemudian menjelaskan, Paus tidak menganjurkan untuk menyerah, tetapi berunding. Kata bendera putih–tanda menyerah–dipakai Paus karena diajukan oleh pewawancara.
Menurut Magnis, “Memang, seharusnya Paus tidak menggunakan kata itu.”
Komentar