Katoliknews – Uskup Agung Jakarta Kardinal Ignatius Suharyo turut mengomentari munculnya gelombang kritik dari para sivitas akademika dari seluruh penjuru Tanah Air terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan rezim pemerintahannya saat ini. Dia menyebut suara para intelektual mesti didengar; kekuasaan yang abai terhadap suara kritis akan tumbang.
Suharyo yang juga seorang guru besar bidang Kitab Suci di Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma mengatakan, berkaca pada sejarah dunia seperti pada zaman kerajaan, ketika kekuasaan dijalankan di luar koridor moral dan etika maka akan muncul suara kritis para nabi.
“Dalam perspektif iman Kristiani, dalam sejarah itu selalu ada kerajaan. Dan kerajaan itu sama dengan kekuasaan. Kita semua tahu kekuasaan itu berbahaya kalau tidak dijalankan dengan baik,” kata Suhayo usai menyampaikan seruan terkait Pemilu 2024 di Grha Oikoumene, Salemba, Jakarta Pusat, Senin (5/2/2024), seperti dikutip kompas.com.
“Maka ketika ada institusi kerajaan, pada waktu itu raja-raja tidak bagus, munculah nabi-nabi. Itulah yang menyerukan kebenaran, keadilan,” ujarnya.
Menurut dia, suara kritis para sivitas akademika saat ini pun perlu dilihat dalam konteks seruan moral dan harus didengar agar kekuasaan tidak dijalankan secara sewenang-wenang.
“Dinamika seperti itu dalam sejarah selalu ada. Semoga seruan-seruan seperti itu didengarkan. Kalau tidak didengarkan dalam sejarah juga jelas, ketika kekuasaan tidak mendengarkan kritik-kritik bahayanya adalah tumbang. Bukan hanya di Indonesia, tetapi di mana pun akan terjadi,” jelasmya.
Seperti diberitakan sebelumnya, gelombang kritik terhadap Jokowi muncul seiring adanya indikasi-indikasi tidak netralnya Sang Presiden dan aparat Negara dalam perhelatan Pemilu tahun ini.
Gelombang suara kritis muncul dari berbagai kampus, seperti Universitas Gajah Mada, Universitas Islam Indonesia, Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, Univertas Negeri Malang, Universitas Hasanudin, Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi seluruh Indonesia, Asosiai Perguruan Tinggi Katolik, dan sejumlah instansi lainnya.
Suara kritis sivitas akademika itu menyerukan agar Presiden Jokowi netra dalam Pemilu dan tidak mengerahkan aparat Negara untuk memenangkan putranya. Selain itu, mereka menuntut seluruh penyelenggara Pemilu untuk menyelenggara Pemilu secara langsung, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Komentar