Katoliknews – Civitas akademika sekolah tinggi filsafat dan teologi seluruh Indonesia menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) semakin jauh dari semangat Reformasi 1998. Hal ini merespons langkah Jokowi yang membiarkan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka ikut berkontestasi dalam Pemilu 2024 yang ditandai skandal etik di Mahkamah Konstitusi dan tidak netralnya aparat.
“Kami mengawasi, khususnya sejak keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan putra Anda menjadi calon wakil presiden, Anda makin menjauh dari harapan pemilih Anda, terutama menyangkut netralitas sikap Negara dan kontinuitas perjuangan Reformasi melawan korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam pelbagai bentuknya,” kata mereka dalam press rilis yang diterima media ini Senin (5/2/2024).
Civitas akademika itu tergabung dalam forum “Seruan Jembatan Serong II. Adapun Jembatan Serong merujuk pada nama sebuah jembatan sekitar 100-an meter dari Kampus Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara di Jalan Cempaka Putih Indah Nomor 100 A, Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Dari kampus STF Driyarakara diwakili oleh rektornya, Dr. Simon Petrus Lili Tjahdjadi. Kemudian Prof. Dr. Armada Riyanto dari STFT Widya Sasana-Malang; Dr. Elias Tinambunan dari STFT Santo Yohanes-Pematang Siantar; Dr. Otto Gusti Madung dari IFTK Ledalero-Maumere; Dr. CB Mulyatno dari Fakultas Teologi Wedabhakati-Yogyakarta; Dr. Barnabas Ohoiwutun dari STF Seminari Pineleng-Minahasa; dan Drs. Y.Subani dari Fakultas Filsafat Widya Mandira-Kupang.
Forum itu mengatakan, Pemilihan Umum yang jujur dan adil adalah langkah penting dari setiap proses peralihan pemerintahan dan lembaga perwakilan di Indonesia, sejak Reformasi 1998.
“Dua asas ini bukan saja untuk menjamin setiap suara dihargai, melainkan lebih dari, sebagai ajaran etika politik,” demikian bunyi seruan itu.
Selaras dengan seruan serupa yang disuarakan pada 27 November 2023 lalu dalam “Seruan Jembatan Serong”, forum itu menyatakan, “Negara ini tidak boleh dikorbankan demi kepentingan kelompok atau pelanggengan kekuasaan keluarga.”
Pasalnya, mereka menyebut, “Sesuai Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, Negara Indonesia berdiri agar setiap rakyatnya hidup ‘merdeka,bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.’”
Mereka juga menyerukan kepada seluruh pemangku jabatan Negara dan aparat pemerintahan mengingat kembali sumpah jabatan untuk berbakti kepada Nusa dan Bangsa serta memenuhi kewajiban dengan seadil-adilnya.
“Kami meminta Anda berkompas pada hati nurani dan berpegang secara konsekuen pada Pancasila, dasar filsafat dan fundamen moral kita,” kata mereka.
Selain itu, mereka meminta para pemangku jabatan Negara dan aparat pemerintahan “untuk kembalikan keluhuran eksistensi Indonesia dengan menghormati nilai-nilai politik yang diwariskan para pendiri bangsa, bukan malah merusaknya lewat berbagai pelanggaran konstitusional dan akal-akalan undang-undang yang menabrak etika berbangsa dan bernegara.”
“Hentikan penyalahgunaan sumber daya Negara untuk kepentingan pelanggengan kekuasaan. Selain kepada hukum dan prinsip demokrasi, Anda bertanggung jawab kepada Tuhan.”
Forum itu juga menyerukan kepada seluruh warga pemilih untuk menggunakan hak pilihnya pada 14 Februari mendatang secara bijak, dengan antara lain mencermati rekam jejak para calon presiden dan partai pendukungnya, dalam kesetiaan mereka pada penegakan HAM dan komitmen menghapus praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
“Mari berdoa, berjuang dan bersaksi bagi Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, dan adil,” pungkas mereka.
Komentar