Katoliknews.com – Umat Kristen Indonesia mewarnai Natal dengan semangat untuk “Hidup sebagai Sahabat bagi Semua Orang.” Di belahan dunia lain di Afrika, segelintir orang melancarkan aksi sebaliknya, menyerang kelompok yang berbeda, yakni umat Kristen.
Kamis, 26 Desemer 2019, teroris yang berafiliasi dengan ISIS mengeksekusi mati 11 umat Kristen yang tidak berdaya.
Aksi biadab itu diklaim sebagai balas dendam terhadap kematian dua tokoh organisasi mereka, Sheik Abu Bakr al-Baghdadi dan Sheikh Abu al-Hassan al-Muhajir.
Abu Bakar al-Bagdadi adalah Mantan Kalifah ISIS yang dibunuh pasukan Amerika di Suriah pada Oktober lalu dan Abu al-Hassan al-Muhajir adalah pengganti satu-satunya yang tewas terbunuh keesokan harinya.
Jason Casper dari Christianity Today, pada 28 Desember melaporkan bahwa para korban malang itu terlihat mengenakan jaket oranye. Pakaian itu, menurutnya, membuat orang mudah teringat dengan tragedi eksekusi mati yang sama atas 21 penganut Kristen Koptik Mesir di Idlib, Libya, oleh para penjahat ISIS, 12 Februari 2015. Kala itu, aksi biadab ISIS sedang mencapai puncaknya, melakukan aksi pembunuhan di berbagai kawasan Irak dan Suriah dan negara-negara sekitarnya.
Korban pertama ditembak di dahi oleh para teroris yang berpakaian serba hitam. Para korban sisanya digorok dengan parang.
Kantor Berita AFP pada hari yang sama melukiskan bahwa sebelum digorok lehernya, mata 11 korban diikat dengan kain, dibariskan di sebuah tempat terbuka di luar rumah kemudian satu-satu persatu digorok.
“Ini pesan kepada umat Kristen di dunia,” kata sebuah suara dalam video berdurasi 56 detik yang disiarkan 26 Desember lalu, baik dalam Bahasa Arab dan Bahasa Hausa, demikian menurut The New York Times.
“Orang-orang yang kalian lihat di hadapan kami adalah orang Kristen. Akan kami tumpahkan darah mereka sebagai balas dendam terhadap dua sheikh terhormat.”
The Guardian Nigeria melaporkan, eksekusi mati itu terjadi beberapa jam setelah para militan jahat sempalan Boko Haram itu membantai 7 orang pada 24 Desember. Aksi itu mereka lakukan seusai merazia sebuah desa Kristen dekat kota Chibok, Nigeria. Sampai sebegitu jauh, tragedi itu menjadi kelompok terbesar umat Kristen yang dibunuh oleh ISWAP, sebuah kelompok sempalan teroris Boko Haram.
Video itu tidak memberikan informasi apa-apa tentang para korbannya selain bahwa mereka baru saja dirazia di Negara Bagian Borno, di kawasan barat-laut Nigeria.
Berbeda dari The Guardian Nigeria, pada awal bulan, lapor Christianity Today, ISWAP juga menyiarkan video para pekerja sosial yang dengan iba memohon Presiden Nigeria Muhammad Buhari serta Perkumpulan Umat Kristen Nigeria (CAN) untuk campur tangan dalam penderitaan mereka.
Mengutip Kantor Berita Reuters, Al-Jazeera.com melaporkan bahwa para tawanan diambil dari Maiduguri dan Damaturu, di barat laut Nigeria. Di sana, para pejihad sudah bertahun-tahun berupaya membentuk sebuah negara terpisah berdasarkan hukum Islam. Dalam video ini, para tawanan meminta Perkumpulan Umat Kristen Nigeria dan Presiden Muhammad Buhari untuk campur tangan menyelamatkan mereka.
Menurut QuartzAfrica.com, video berdarah itu disiarkan setelah Pemerintah Amerika Serikat menuduh Nigeria tidak melindung kebebasan beragama. Karena itu, sejak 18 Desember 2019 lalu, Departemen Luar Negeri AS menambahkan Nigeria, Kuba, Nikaragua serta Sudan dalam Daftar Pengawas Khusus (SWL) terhadap pemerintah-pemerintah yang “terlibat atau mentoleransi pelanggaran yang kejam terhadap kebebasan beragama.”
“Merusak Citra Islam”
Keesokan harinya, Jumat, 27 Desember , Presiden Nigeria, Muhamad Buhari mengaku, “sedih dan terkejut oleh kematian para tawanan lugu di tangan gang pembunuh massal “yang tidak mengenal ampun, tidak bertuhan dan tidak berperasaan.”
Sebagaimana dilansir The Times of Israel, menurut dia, berbagai aksi kekerasan itu justru merusak cita Islam. Karena itu, dia menyerukan dibangun persatuan antara umat Kristen dan Muslim negerinya.
“Para agen kegelapan itu adalah musuh kemanusiaan bersama kita. Mereka tidak akan sisakan korban mereka, entah mereka itu Muslim atau Kristen,” tambahnya lagi.
“Kita seharusnya, dengan alasan apapun, tidak membiarkan para teroris memecah belah kita dengan menghadapkan umat Kristen melawan umat Muslim karena para pembunuh biadab itu tidak merepresentasikan Islam.”
Buhari, karena itu bertekad “terus meningkatkan usaha kita untuk memperkuat kerja sama dan kolaborasi internasional utnuk mematahkan tulang-belulang para pelaku kejahatan itu.”
The Sun melaporkan, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Gutteres pun turut menyampaikan “dukacita yang mendalam kepada keluarga para korban.”
Kemudian dia mengingatkan lagi solidaritas PBB dengan masyarakat dan Pemerintah Nigeria.
Ditambahkannya “Serangan oleh sebuah kelompok pada sebuah konflik tidak bersenjata yang menyasar masyarat sipil, pekerja sosial pemberi bantuan dan infrastruktur sipil itu melanggar hukum kemanusiaan internasional.”
Karena itu, lanjutnya, “pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap kekejaman keji ini harus dimintai pettanggungjawaban.”
International Crisis Group memperkirakan, jumlah para pejihad kelompok mencapai sekitar 3,500 and 5,000 orang. ISWAP memisahkan diri dari Boko Haram yang berpusat di Nigeria, pad 2016 dan berjanji setia kepada Kalifah ISIS, Abu Bakar al-Baghdadi.
Sejak pertengahan 2018 silam, organisasi itu menyasar pihak militer dan masyarakat sipil. Menurut PBB, selama hampir satu dekade terakhir, berbagai kelompok pejihad jahat itu melakukan kerusuhan di Nigeria barat laut. Mereka membunuh lebih dari 36.000 orang dan membuat hampir 2 juta orang terlantar.
Jacobus E. Lato
Komentar