Katoliknews.com – Hukuman mati menjadi polemik antara gereja Katolik dan Presiden Filipina yang baru terpilih, Rodrigo Duterte.
Pertentangan itu bermula sejak Duterte yang terpilih dalam pemilu 9 Mei lalu, berniat meminta Kongres untuk memberlakukan kembali hukuman mati yang sudah dihapus tahun 2006 lalu.
Hukuman itu rencanannya khusus diberlakukan untuk kasus seperti peredaran narkoba, pemerkosaan, pembunuhan, perampokan dan penculikan untuk mendapat tebusan, dan lainnya.
Sebagaimana dilansir Kantor berita AFP, pada Selasa 17 Mei, pihak gereja menolak pemberlakuan hukuman tersebut untuk terpidana kasus apapun.
“Sebagai orang beriman, kami tidak mengikut ke hukuman mati karena kita tidak berhak menghakimi siapa yang akan hidup dan siapa yang akan mati,” kata Lito Jopson, kepala kantor komunikasi keuskupan Filipina.
Ia juga mengatakan bahwa kemenangan Duterte, tidak bakal mengubah pandangan para Uskup terkait hukuman mati.
“Itu bukan didasarkan pada popularitas… namun lebih ke prinsip-prinsip moral seutuhnya dari keyakinan Katolik dan keyakinan itu menuntut kita menghormati martabat semua orang,”lanjut Jopson.
Selain gereja katolik, penolakan terhadap hukuman juga muncul dari Komisi Hak-hak Asasi Manusia, badan pemerintah independen yang tak bisa dihapuskan oleh Duterte, dan yang anggota-anggotanya saat ini tak bisa diganti Duterte.
“Kami akan melakukan semampu kami untuk melobi melawan penerapan kembali hukuman mati,” tegas Banuar Falcon, kepala divisi internasional Komisi HAM tersebut.
Kekuatan gereja Katolik di Filipina memang tidak serta merta diabaikan begitu saja, mengingat 80 persen penduduknya didominasi oleh umat katolik.
Roby Sukur/Katoliknews
Komentar