Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, politisi Partai Gerinda kecewa dengan langkah Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Zulkifli Hasan yang secara mendadak menghapus namanya sebagai pembaca doa dalam sidang akhir masa jabatan MPRI periode 2014-2019.
Putri Hasim Djojohadikusumo yang biasa disapa Sara itu pun mempertanyakan alasan tindakan Jufli.
“Pertanyaan saya kepada Bapak Zulkifli Hasan yang saya hormati, apakah yang bermasalah karena saya perempuan? Atau karena saya non-Muslim?” kata Sara dalam keterangan tertulis, Jumat, 27 September 2019.
Sara adalah seorang Kristen. Seharusnya, kata dia, memberi tugas kepada dirinya sebagai non-Muslim untuk membacakan doa bisa menjadi perwujudan Bhineka Tunggal Ika.
Memang, pembaca doa selama ini biasanya laki-laki dan Muslim.
“Ini artinya akan ada perempuan pertama dan non-Muslim pertama yang akan membacakan doa di sidang terhormat ini,” kata Sara.
Sara menjelaskan, ia dikabarkan untuk menjadi pembaca doa di sidang akhir itu sejak Kamis kemarin. Ia pun mengaku bangga hingga tak bisa tidur dan sengaja membuat naskah doa sendiri hingga dini hari tadi.
Namun, secara mendadak saat tiba di Gedung MPR/DPR, dia dikabari mendadak bahwa Zulkifli sendiri yang menolak Sara. Alasannya karena Sara adalah perempuan.
Saat itu, Sara mengaku berusaha untuk tetap berbaik sangka. Dia kemudian meminta agar pembaca doa laki-laki yang dipilih namun tetap naskah yang telah dia susun yang harus dibacakan.
“Saya ajukan jika beliau keberatan karena saya perempuan, silakan anggota legislatif laki-laki Kristiani yang lain yang bacakan doa yang sudah saya tuliskan,” katanya.
Tapi, ketika sidang berlangsung, Zulkifli justru memimpin doa sendiri. Usai berpidato dia secara terburu-buru mengatakan akan langsung memimpin doa.
“Dengan demikian, akhir kabar, doa dihapus dari rundown acara, doa yang menjadi bagian resmi dari sidang MPR RI,” katanya.Sara pun mengaku langsung menangis karena kecewa dan marah dengan sikap yang dilakukan oleh pemimpin majelis tersebut.
“Begitu kagetnya dan sakit hatinya saya atas perlakuan ini dan kenyataan di forum lembaga tertinggi negara ini, di mana merupakan tugas kita sebagai benteng pertahanan persatuan bangsa ini, untuk membumikan empat konsensus dasar negara, justru perwakilan perempuan dan non-Muslim tidak diberikan ruang untuk membacakan doa untuk bangsa dan negara yang kita cintai ini,” lanjutnya.
Setelah berdiskusi dengan anggota fraksi Gerindra lain, dia pun memutuskan untuk keluar ruangan sebelum acara benar-benar selesai.
“Setelah saya jelaskan di medsos group Fraksi, para pimpinan mendukung sikap saya, dan dimulai dari Bapak Sufmi Dasco dan Bapak Heri Gunawan, lalu saya, kami jalan keluar sebagai sikap kami pada pemikiran pimpinan sidang,” kata Sara.
Komentar