Katoliknews.com – Kongregasi Suster-Suster Penyelenggaraan Ilahi (PI) menggelar Misa pembukaan Yubileum 180 Tahun di Bandung, Jawa Barat pada Rabu, 3 November.
Misa dengan tema “Daya Karisma Mendorong Kita Untuk Memelihara Kehidupan” itu juga bertepatan dengan hari ulang tahun ke-179 Kongregasi PI.
Pastor Peter Elvin Atmaja, OSC memimpin Misa itu yang dihadiri oleh seluruh keluarga besar Yayasan Penyelenggaraan Ilahi Indonesia (YPII), baik secara langsung ataupun virtual.
Misa yang diadakan di GOR YPII Bandung ini dan disiarkan langsung melalui YouTube diawali dengan pembacaan sejarah Kongregasi PI, yang didirikan Pastor Eduard Michelis dengan fokus pelayanan pada bidang pendidikan dan sosial di berbagai belahan dunia, seperti di Asia, Afrika, Amerika, dan Eropa.
Setelah itu, acara disusul perarakan yang dikombinasikan dengan tarian kontemporer, dengan iringan lagi “Raja Agung.” Para penari yang mengenakan baju warna merah dengan rompi emas, rok warna ungu dan hiasan kain batik, selendang yang diikatkan pada pinggang, serta hiasan kepala berwarna emas dengan anggun mengiringi perarakan menuju altar suci.
Dalam homilinya, Pastor Peter membahas mengenai hukum kasih yang merupakan inti dari bacaan Injil Matius 22:34-40. Ia mengajak para suster dan semua yang hadir dalam Misa itu untuk mengasihi Allah dan sesama dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi.
Ada tiga hal yang menurutnya berkaitan erat dengan kasih terhadap Allah dan sesama.
Pertama adalah moderasi, di mana kasih dalam diri manusia harus dibentuk secara sempurna dan seimbang, baik dari psikomotorik (fisik), afeksi (perasaan) maupun kognisi (pemikiran).
Kedua, jelasnya, adalah konkritisasi, di mana iman harus diwujudkan dalam tindakan konkrit.
Sementara ketiga, jelas Pastor Peter adalah totalitas, yaitu rela dan berani mengorbankan segala sesuatu yang dimiliki untuk meraih apa yang diinginkan.
Mengaitkannya dengan tema Misa itu, kata dia, hukum kasih sangat erat kaitanya dengan suatu daya karisma.
“Dengan adanya karisma pada diri seseorang, maka sosok tersebut akan dijadikan sebagai teladan yang ingin ditiru oleh banyak orang,” kata Pastor Peter.
Ia mencontohkan Pastor Eduard Michelis yang mempersembahkan seluruh karyanya kepada Tuhan, juga kasihnya ketika menolong anak-anak yang miskin dan sengsara, yang membuat ia dijadikan sebagai teladan oleh banyak orang.
Seperti halnya Pastor Eduard Michelis, Pastor Peter mengajak untuk “mengembangkan karisma dan hukum kasih sebagai bentuk pelayanan kita kepada Allah dan sesama.”
“Karisma adalah anugerah, rahmat, atau hadiah yang diberikan secara cuma-cuma oleh Tuhan untuk dipersembahkan kembali kepada Tuhan dan dunia melalui sesama dengan dasar hukum kasih,” katanya.
Setelah Misa, Sr. Priska Murwati, SDP. M.M, penanggung jawab YPII cabang Bandung menjelaskan arti kerang berisi mutira yang digunakan sebagai simbol pada pembukaan tahun yubileum itu.
Ia mengatakan, kerang dimaknai sebagai sesuatu yang indah, berharga, simbol keharmonisan, , serta cangkang dari kerang yang berfungsi melindungi kehidupan.
Ketika kita membuka kerang tersebut, kata dia, di dalamnya terdapat sebuah mutiara yang memancarkan keindahan.
“Selain indah, mutiara juga merupakan simbol sesuatu yang berharga, keagungan, kemegahan, kesucian serta martabat dan harga diri tinggi,” jelas Sr. Priska.
“Mutiara berharga yang ada dalam kerang itu dimaknai sebagai karisma dari Tuhan yang dipercayakan kepada kita,” lanjutnya.
Ia mengatakan, “melalui doa dan refleksi, kita akan menemukan pesan-pesan dan cahaya yang menantang kita untuk memberikan jawaban konkret akan daya karisma.”
“Mutiara di sini juga diartikan sebagai iman kepada Penyelenggaraan Ilahi atau daya karisma yang mendorong kita untuk memelihara kehidupan,” katanya.
Usai penjelasan Sr. Priska, Pastor Peter kemudian memberkati kerang berisi mutiara itu, sambil menyampaikan harapan agar para suster dan umat dapat terinspirasi untuk menghasilkan mutiara-mutiara yang indah dan berharga di dalam hidup.
Misa ditutup dengan persembahan tari kontemporer untuk mengiringi pastor dan putra altar berjalan ke luar dari altar, menandakan bahwa ekaristi syukur telah selesai.
Misa ini berlangsung khidmat. Anggota paduan suara menyanyikan lagu-lagu dengan penuh semangat dan penghayatan.
Semua umat yang menghadiri Misa itu secara langsung tetap menerapkan protokol kesehatan dengan menggunakan masker dan menjaga jarak.
Laporan Karyn Susanto dan Yovinka Limarta, jurnalis SMA TRINITAS Bandung.
Komentar