Katoliknews.com – Kalangan progresif dalam Gereja Katolik boleh bernapas lega, karena beberapa gebrakan yang dilakukan Paus Fransiskus sejak terpilihnya sebagai pemimpin umat Katolik Roma sedunia pada 2013 silam.
Salah satu di antaranya yang baru-baru ini terjadi, yakni dikeluarkannya motu proprio Spiritus Domini pada Senin, 11 Januari 2021, yang memberikan peran lebih luas bagi perempuan dalam Gereja, yakni dapat menjadi lektor dan akolit dalam pelayanan Ekaristi.
Adapun lektor dalam Gereja Katolik adalah orang yang membacakan Kitab Suci kepada jemaat dalam Misa (selain Injil, yang hanya diberitakan oleh diakon dan imam). Sementara itu, seorang akolit adalah seorang yang dengan “tugas untuk menjaga pelayanan altar, untuk membantu diakon dan imam dalam tindakan liturgi, terutama dalam perayaan Misa Kudus,” termasuk membantu imam atau daikon membagi Komuni Kudus.
Dilansir dari Vaticannews.va, keputusan Uskup Roma itu sebenarnya sekadar meresmikan berbagai praktik yang mengizinkan perempuan untuk pelayanan sebagai lektor atau akolit di berbagai belahan dunia dalam Gereja Katolik selama ini, sehingga beberapa uskup konservatif tidak memiliki celah untuk melarang praktik itu di keuskupannya.
Dengan demikian, motu proprio itu mengubah bunyi Kitab Hukum Kanonik, kanon 230 paragraf 1, yang mengatakan, “Orang awam laki-laki, yang sudah mencapai usia dan sifat-sifat yang ditentukan oleh dekret konferensi para uskup, dapat diangkat secara tetap untuk menjalankan pelayanan sebagai lektor dan akolit…”
Kanon itu pun menjadi, “Orang awam, yang sudah mencapai usia dan sifat-sifat yang ditentukan oleh dekret konferensi para uskup, dapat diangkat secara tetap untuk menjalankan pelayanan sebagai lektor atau pelayanan altar.”
Namun demikian, Vatikan menegaskan bahwa keputusan itu pada dasarnya berbeda dari pelayanan mereka yang ditahbiskan” dan bukan pula menjadi pembuka jalan bagi perempuan bahwa suatu hari akan diizinkan untuk ditahbiskan menjadi imam.
Dalam suratnya kepada Kardinal Ladaria, Prefek Kongregasi Doktrin dan Ajaran Iman, Paus Fransiskus menegaskan kembali pernyataan pendahulunya Yohanes Paulus II dalam surat apostolik Ordinatio Sacerdotalis tahun 1994 bahwa “Gereja tidak memiliki otoritas apa pun untuk memberikan penahbisan imamat bagi perempuan”.
Menurut Paus, keputusannya itu melalui pertimbangan teologis yang matang, terutama lalam spektrum pembaruan yang didengungkan oleh Konsili Vatikan II, yakni di mana semakin terasa hari ini untuk menemukan kembali tanggung jawab bersama dari semua orang yang dibaptis dalam Gereja, dan misi kaum awam dengan cara tertentu.
Paus mengatakan bahwa Gereja yang “terdiri dari laki-laki dan perempuan yang dibaptislah yang harus kita konsolidasi, mempromosikan bentuk-bentuk pelayanan dan, di atas segalanya, kesadaran akan martabat pembaptisan.”
Ia menjelaskan bahwa “menganugerahkan kepada awam laki-laki dan perempuan kemungkinan untuk jabatan Akolit dan Lektor, berdasarkan partisipasi mereka dalam imamat yang dibaptis, maka kesadaran akan tumbuh melalui tindakan liturgi, juga kontribusi berharga yang telah ditawarkan oleh banyak orang awam, termasuk perempuan, sejak lama bagi kehidupan dan misi Gereja.”
“Keputusan untuk menganugerahkan jabatan ini kepada perempuan, yang sifatnya stabil, pengakuan publik dan mandat dari uskup akan membuat partisipasi semua orang lebih efektif dalam karya evangelisasi,” kata Paus.
Paus juga mengatakan bahwa sejumlah Sinode Para Uskup telah “menyoroti kebutuhan untuk memperdalam subjek secara doktrinal” dalam terang tantangan saat ini dan kebutuhan untuk mendukung evangelisasi.
“Menerima rekomendasi ini, perkembangan doktrinal telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir yang telah menyoroti bagaimana pelayanan tertentu yang dilembagakan oleh Gereja didasarkan pada kondisi umum untuk dibaptis dan imamat agung diterima dalam Sakramen Pembaptisan,” tulisnya.
Ian Saf
Komentar