Katoliknews.com – Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw menegaskan keberadaan masyarakat adat saat ini sangat dibutuhkan dunia di tengah meningkatnya isu pemanasan global. Menurutnya partisipasi dengan masyarakat adat di garis depan penting untuk meningkatkan aksi memperlambat emisi global.
“Namun, kenyataannya, masyarakat adat justru seringkali tersisih dari hutan dan sumber daya hidupnya yang sebenarnya merupakan hak mereka,” kata Bupati Mathius saat membuka Perayaan Hari Masyarakat Pribumi Sedunia di Kampung Bring, Kabupaten Jayapura, Papua, Senin 10 Agustus 2020.
Menurut Mathius, pengelolaan hutan dan sumber daya di sekitar tempat hidup masyarakat adat bisa menjadi salah satu solusi pengendalian emisi karbon penyebab pemanasan global. Masyarakat adat memiliki keterikatan kuat dengan tanah airnya. Mereka memiliki kearifan dalam mengelola tanah, hutan, dan wilayah adatnya.
“Mereka juga mampu menyelaraskan upaya mencapai kesejahteraan dengan tetap menjaga lingkungan,” katanya, seraya menambahkan dunia sudah saatnya berpaling dan belajar dari masyarakat adat dalam membangun peradaban.
Yang terjadi kini, lanjutnya, masyarakat adat dan lokal di berbagai belahan dunia masih mengkhawatirkan hak mereka atas tanah, wilayah, dan sumber daya yang seharusnya menjadi milik mereka.
Mereka juga disisihkan dari pembangunan global, lanjut Bupati Mathius. Sementara hutan yang rusak akibat aktivitas ekonomi ekstraktif kian mendorong pelepasan gas karbon.
“Perubahan iklim akan jadi persoalan serius bagi bumi dan manusia. Karena itu, langkah terbuka, saling mendukung dan saling melengkapi dengan masyarakat adat diperlukan agar harmoni dengan alam tetap terjaga,” tuturnya.
Karena itu, dalam perayaan itu Bupati Mathius juga menetapkan hutan adat Suku Klisi sebagai kawasan konservasi hutan adat. Selain itu diresmikan juga Saliyab (para tetua adat) Kampung Bring serta pengukuhan Yayasan Pelestarian Situs Budaya.
“Acara ini inisiatif masyarakat. Hari ini mereka mengundang pemerintah untuk mendengar dan mengakui hutan mereka agar tidak diganggu, tidak boleh diintervensi untuk kepentingan-kepentingan yang merugikan masyarakat,” katanya.
Menurut Bupati Mathius pandemi COVID-19 yang tengah dihadapi dunia saat ini semakin menegaskan bahwa apa yang selama ini diperjuangkan oleh masyarakat adat adalah benar dan baik.
“Pandemi memberikan berbagai jawaban sekaligus memberikan petunjuk arah ke masa depan yang lebih baik, sebuah kehidupan baru di mana kita harus hidup terus menjaga ibu bumi dan adil dengan sesama manusia,” katanya.
Masyarakat adat yang bertahan di tengah krisis yang sedang berlangsung saat ini, jelasnya, “adalah yang masih menjaga keutuhan wilayah adat, dan setia menjalankan nilai-nilai dan praktek luhur nenek moyang kita.”
Papua, kata Bupati Mathius, tidak bisa dilepaskan dari peran masyarakat adat karena terbukti mampu membangun peradaban dan ekonomi Papua.
Masyarakat adat beserta wilayah adatnya yang masih bertahan sebagai sentral produksi dan lumbung pangan telah terbukti mampu menyelamatkan warganya, sesama kelompok masyarakat adat bahkan menyelamatkan bangsa dan negara dari ancaman krisis pangan, tambahnya.
Masyarakat adat tidak hanya memiliki kemampuan untuk memenuhi pangannya secara mandiri, tetapi mampu berbagi dengan komunitas-komunitas lain, bahkan ke kota-kota, pungkasnya.
Menurut Bupati Mathius “ekonomi masyarakat adat mandiri jika sungai, laut, hutan dan tanah leluhur kita menyediakan kebutuhan hidup berkecukupan bagi kita.”
“Pangan cukup, energi pun cukup. Ekonomi kita mandiri jika kreativitas dan inovasi dalam budaya kita membahagiakan diri kita sendiri dan orang lain di sekitarnya,” tutupnya.
Alexander AN
Komentar