Katoliknews.com – Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Victor Bungtilu Laiskodat mengakui peran Gereja Katolik dalam pembangunan di wilayahnya dan ia mengakui dirinya akan mengalami kesulitan untuk memimpin jika ada kebijakannya yang ditentang Gereja.
Hal itu Laiskodat sampaikan usai bertemu dengan Uskup Ruteng, Mgr. Siprianus Hormat pada Selasa, 23 Juni 2020. Ia berada di Ruteng sebagai bagian dari kunjungannya selama pekan ini ke beberapa kabupaten di daratan Flores.
Dalam sambutannya saat acara dengan Uskup Sipri dan sejumlah petinggi di Keuskupan Ruteng, Victor menguraikan upaya-upayanya dalam membangun NTT melalui pengembangan potensi pertanian, kelautan, peternakan, dan pariwisata.
Ia juga mengharapkan dukungan Gereja Katolik yang dianggapnya sebagai pioner pembangunan di NTT.
Laiskodat mengatakan, bertentangan dengan Gereja Katolik akan membuatnya sulit untuk menjalankan pemerintahan.
“Gubernur NTT akan mati kartunya jika Gereja berbeda dengan Gubernur. Itu langsung pincang,” kata Laiskodat.
Ia mengibaratkan sedang lari dan “ligamen putus.”
“Itu jalan pun sudah setengah mati, pakai tongkat sudah itu. Yang awalnya dengan sprint tiba-tiba jalan pakai tongkat,” katanya.
Kunjungannya itu terjadi di tengah sikap Gereja yang menentang pertambangan batu gamping dan pabrik semen di dekat pantai utara Pulau Flores.
BACA: Kunjungi Umat, Uskup Ruteng Bagi Sembako dan Ajak Rawat Lingkungan
Di dua kampung di Desa Satar Punda, Kecamatan Lambaleda, Kabupaten Manggarai Timur, yaitu Lengko Lolok dan Luwuk, dua perusahan – PT Istindo Mitra Manggarai dan PT Semen Singa Merah NTT – masing-masing akan menambang batu gamping dan mendirikan pabrik semen. Kedunya sedang mengurus izin, sementara penolakan terus disuarakan oleh berbagai elemen, termasuk Keuskupan Ruteng.
Dalam pertemuan itu, Uskup Sipri menyiapkan bahan presentasi, di mana ia menyinggung soal sikap menolak tambang itu.
Saat berbicara di depan forum, ia tidak menyinggung soal sikap menolak tambang, namun sejumlah imam yang ikut dalam pertemuan itu mengatakan kepada Katoliknews.com, uskup memberitahu mereka bahwa permintaan untuk membatalkan izin tambang itu ia sampaikan langsung kepada Gubernur.
Dalam paparannya, Uskup Sipri mengatakan, bumi NTT sangatlah kaya dengan sumber-sumber alam, berupa mineral bagi pertambangan.
“Namun kondisi geografis, geologis, ekologis, sosial, dan kultural masyarakat NTT tidaklah cocok bagi pertambangan mineral seperti mangan, bijih besi, emas, dan lain-lain. Atas dasar itu kami menolak pertambangan mineral tersebut dan mendorong pembangunan ekonomi di sektor lainnya,” demikian menurut Uskup Sipri.
BACA: Uskup Ruteng Tolak Rencana Pembangunan Pabrik Semen di Wilayahnya
Ia menambahkan, pihaknya mendukung keputusan bapak Gubernur untuk meninjau kembali seluruh perijinan tambang di wilayah NTT yang telah dibuat sebelumnya, yang menurut catatan Walhi ada 309 ijin tambang minerba di 17 kabupaten.
“Lebih dari itu kami mengharapkan sebuah model pembangunan NTT yang sungguh berwawasan ekologis dan mendukung integritas ciptaan,” demikian menurut Uskup Sipri dalam paparannya yang filenya juga diserahkan kepada Gubernur dan disebar ke publik.
Ketika ditanyai wartawan soal sikpanya atas polemik tambang gamping dan pabrik semen ini, Laikodat mengatakan akan berhitung secara cermat sebelum mengambil keputusan.
“Tentunya ketika ada dua kepentingan yang berseberangan, kita akan berhitung betul, yang mana yang akan menguntungkan ke depan,” ujarnya.
Ia menjelaskan, hitungan cermat itu didasarkan pada keuntungan secara ekonomi, sosial, budaya, dan kesehatan.
Anand Putra
Komentar