Katoliknews.com – Kasus kematian George Floyd, seorang pria Afrika-Amerika setelah disiksa polisi mendapat reaksi keras dari para uskup di Amerika Serikat. Aksi unjuk rasa terhadap kasus yang dianggap mempertajam rasisme itu juga masih terus berlanjut.
Para uskup mengatakan mereka “kecewa, merasa pedih dan perihatin menonton video” kekejaman yang terjadi terhadap pria 46 tahun itu.
Mereka menyatakan, Floyd telah “dibunuh di depan mata kita” dan mendesak masyarakat untuk menunjukkan kepedulian pada masalah kemanusiaan ini.
“Yang lebih mencengangkan adalah bahwa (kasus kematian Floy) ini terjadi hanya beberapa minggu setelah beberapa kejadian lainnya,” kata para uskup dalam pernyataan pada 29 Mei.
Kasus ini, kata mereka, mesti disikapi dengan niat sungguh menuju sebuah pertobatan.
Kasus Floyd hanya terjadi setelah beberapa waktu lalu, Ahmaud Arbery, seorang pria Afrika-Amerika berusia 25 tahun di Georgia ditembak mati. Tiga pria kulit putih ditangkap dan menghadapi dakwaan pembunuhan dalam kematiannya.
Pada bulan Maret, Breonna Taylor, seorang wanita Afrika-Amerika berusia 26 tahun meninggal di tangan polisi kulit putih ketika mereka memasuki apartemennya di Louisville, Kentucky.
“Rasisme bukan sesuatu yang terjadi di masa lalu,” kata para uskup. “Ini bahaya nyata saat ini yang harus dihadapi secara langsung.”
Mereka menyatakan, ”sebagai anggota Gereja, kita harus berpihak pada tindakan yang benar dan adil.”
“Kita tidak bisa menutup mata terhadap kekejaman ini,” kata para uskup.
Mereka juga menyatakan, kehidupan setiap orang mesti dihargai karena kita pada dasarnya “mengabdi kepada Tuhan yang penuh cinta, belas kasih dan adil.”
“Ketidakpedulian bukanlah suatu pilihan,” kata mereka, sambil menekankan dan menyatakan dengan tegas bahwa “rasisme adalah masalah kehidupan.”
Sebagaimana dilansir Catholic News Service, pernyataan itu dikeluarkan oleh ketua tujuh komite Konferensi Waligereja AS.
Meninggal Setelah Disiksa
Floyd ditangkap oleh polisi atas dugaan membawa uang palsu 20 dollar saat transaksi di Cup Foods, tempat membeli makanan di Minneapolis pada 25 Mei.
Begitu dia diborgol, seorang perwira kulit putih menindih lehernya dengan lutut selama delapan menit.
Video yang sekarang banyak beredar menunjukkan Floyd berulang kali mengatakan “Saya tidak bisa bernapas.”
Namun, polisi tidak menghiraukan kata-katanya. Bahkan ketika warga di sekitar lokasi yang menyaksikan kejadian itu meminta agar berhenti menyiksanya, polisi tidak peduli.
Floyd tampaknya kehilangan kesadaran dan kemudian dinyatakan meninggal di rumah sakit.
Keesokan harinya, ratusan orang melakukan aksi protes di persimpangan tempat Floyd disiksa, menuntut keadilan baginya dan menangkap empat petugas yang terlibat.
Para polisi itu telah dipecat pada 26 Mei dan pada 29 Mei jaksa setempat mengajukan tuntutan pidana terhadap setidaknya satu dari antaranya.
Yang terlihat menindih leher Floyd, yang diidentifikasi sebagai Derek Chauvin, telah ditangkap dan didakwa melakukan pembunuhan.
Departemen Kehakiman federal menjanjikan penyelidikan mendalam seputar kematian Floyd.
Hingga kini, protes masih terus meluas di Amerika Serikat. Protes tidak hanya di Minneapolis, tetapi juga di sejumlah kota lain, seperti Los Angeles, Phoenix, Denver, New York, Louisville dan Ohio.
Para uskup dalam pernyataannya kembali menyinggung surat pastoral pada 2018 terkait rasisme, berjudul “Membuka Lebar Hati Kita”
Di dalamnya, mereka menyatakan, “Bagi orang-orang kulit berwarna, interaksi dengan polisi dapat dipenuhi dengan ketakutan dan bahkan bahaya. Orang-orang yang memiliki hati nurani yang baik tidak boleh menutup mata ketika warga negara kehilangan martabat manusia dan bahkan hidup mereka.”
Dalam pernyataan itu, para uskup menyerukan agar aksi unjuk rasa disertai kekerasan sebagai respon atas kematian Floyd segera berakhir.
Namun, mereka juga menyatakan, mendukung penuh masyarakat yang mengungkapkan kemarahan atas peristiwa itu.
Dalam terang perayaan Pentekosta, Minggu, 31 Mei, para uskup meminta semua umat Katolik berdoa agar Roh Kudus dicurahkan ke dalam hati setiap orang sehingga dibebabaskan dari berbagai prasangka buruk terhadap sesama.
“Kami menyerukan umat Katolik untuk berdoa agar roh kebenaran menyentuh hati semua orang di Amerika Serikat dan ke dalam sistem peradilan pidana serta penegakan hukum kita,” kata para uskup.
Mereka juga mendesak setiap umat Katolik, terlepas dari etnisnya, “memohon kepada Tuhan untuk mengubah pandangan yang buruk terhadap sesama dan memulihkan kehidupan bersama yang hancur.
Komentar