Katoliknews.com – Pater Tuan Kopong MSF, imam asal Indonesia yang menjadi misionaris di Manila, Filipina, menulis komentar terkait kabar seorang ustadz yang merupakan mualaf dan mengaku mantan pastor dan lulus S3 Vatikan.
Dalam tulisan di laman Facebook-nya, Pastor Kopong mengkritik dengan keras klaim sebagai mantan pastor dan lulusan S3 Vatikan itu dan menjelaskan bahwa menjadi pastor tidaklah mudah.
Kehebohan terkait Ustadz bernama Bangun Samudra itu mencuat setelah beredarnya sebuah poster, di mana di dalamnya tertulis bahwa ia adalah seorang “muallaf, mantan pastor, lulusan S3 Vatikan.” Beredar informasi bahwa ia memang sebelumnya Katolik dan sempat mengenyam pendidikan di SMA Seminari di Garum, Blitar. Namun, tidak ada bukti bahwa ia pernah menjadi pastor.
Pastor Kopong pun mengajak semua pihak untuk tidak lekas percaya pada kebohongan.
“Jalan panjang harus dilewati untuk menjadi seorang imam Katolik Roma. Bisa melewati enam sampai sembilan tahun. Demikian juga untuk studi lanjut setelah tahbisan bukan kehendak pribadi. Melainkan karena panggilan dan kebutuhan keuskupan atau tarekat,” tulis Pastor Kopong.
“Maka kalau ada yang mengatakan bahwa lulusan S-3 Vatikan itu OMONG KOSONG dan BOHONG BESAR. Mengagungkan dia sebagai pendakwah namun dia sendiri adalah pembohong, apalah arti semua yang disampaikan tidak lebih hanya sekedar sepiring nasi,” lanjutnya.
Ia juga menyatakan bahwa di Vatikan tidak ada Universitas Vatikan.
BACA JUGA: Ketika Aktivis Muslim Komentari Klaim ‘Mantan Pastor’ dan ‘S3 Vatikan’
“Yang ada itu Universitasi Gregoriana Roma, Universitas Urbaniana dan lainnya. Vatikan adalah pusat agama Katolik dan menjadi ibu kota negara Vatikan. Jadi sudahlah jika ingin tenar tidak perlu harus membohongi Tuhan yang diwartakan dan jemaatmu yang mendengarkan. Jangan menambah dosa dengan dosa kebohongan akan statusmu,” tulisnya.
Berikut tulisan lengkap Pastor Kopong:
Pingin Tenar, Gak Usah Jualan “Mantan” Pasturmu
Jadi pastor atau imam Katolik Roma itu tidak segampang engkau jualan kebohonganmu. Menjadi imam Katolik Roma itu tidak semudah engkau membohongi pengikutmu hanya untuk sepiring nasi.
Untuk kalian yang puja memuja, yang percaya dengan kebohongan yang mengaku-ngaku mantan “pastur”, kali ini saya menunjukan kepada kalian jalan menjadi seorang pastor atau imam Katolik Roma.
Menjadi pastor itu bukan kehendak dan kemauan pribadi. Bukan pula karena kemauan atau kehendak orang tua. Menjadi pastor adalah panggilan dari Allah sendiri yang muncul dan lahir dari pengalaman menggetarkan yang sederhana ketika sesorang tertarik saat melihat pastor mengenakan jubah atau pakaian imam saat merayakan Ekaristi. Getaran-getaran kecil dan sederhana itu kadang juga bisa hilang dan bisa muncul kembali.
Panggilan Allah juga hadir ketika orang merasa memiliki semuanya namun hidup terasa kering dan tak bergairah. Bahkan perjumpaan dengan orang -orang kecil, sederhana dan terlantarkan bisa menjadi pengalaman menggetarkan yang membimbing dan menuntun orang tersebut sampai pada keputusan untuk menghidupi pengalaman menggetarkan itu dengan masuk seminari, KPA (kelas persiapan atas) atau postulant.
Maka menjadi seorang calon imam juga bukan karena putus cinta. Bukan karena pengalaman kekecewaan ditinggal sang pacar. Karena banyak pengalaman menunjukan bahwa banyak juga memiliki pacar namun meninggalkan pacarnya karena getaran panggilan menjadi seorang imam sangat kuat.
Ada banyak jalan yang dilalui untuk menghidupi panggilan menjadi seorang imam atau pastor Katolik. Ada yang langsung masuk seminari kecil yaitu pendidikan seminari mulai dari SD, SMP dan kemudian SMA. Ada juga yang setelah tamat SMP langsung mendaftar dan jika lulus test maka melanjutkan pendidikan SMA Seminari selama Empat (4) tahun. Selama pendidikan Empat tahun ini mereka dipanggil sebagai seminaris. Proses penerimaan dan seleksi untuk masuk SMA Seminari sangat ketat. Bahkan selama proses pembinaan tidak serta merta bahwa yang sekolah di SMA Seminari pasti akan menjadi seorang imam. Tidak.
Karena ada selalu proses seleksi dan pembinaan yang akhirnya mengajak setiap pribadi untuk menemukan motivasi tersendiri dan pada akhirnya mengambil keputusan tersendiri untuk melanjutkan pendidikan atau tidak. Bahkan tidak jarang ada juga yang dikeluarkan karena tidak menunjukan gaya hidup sebagai orang terpanggil selama masa pendidikan.
Sebelum tamat SMA Seminari biasanya para seminaris setahun sebelum tamat diminta untuk memilih Keuskupan atau tarekat mana untuk mewujudkan cita-cita dan panggilan menjadi seorang imam entah menjadi imam keuskupan atau yang biasa dikenal dengan sebuat imam projo atau imam misionaris, religius atau tarekat.
Ada juga proses atau jalan lain yang bisa ditempuh untuk menjadi seorang imam Katolik Roma. Ada yang setelah tamat SMA biasa kemudian melanjutkan masa pendidikan satu tahun di seminari menengah yang disebut KPA atau ke postulant dimana diterima sebagai calon imam dari tarekat yang dilamar. Masa KPA biasanya satu tahun dan masa postulant biasanya juga satu atau dua tahun tergantung dari konstitusi tarekat.
Setelah tamat SMA Seminari atau KPA atau Postulant, para calon mulai memasuki masa persiapan. Bagi calon imam diosesan mereka akan menjalani masi TOR (Tahun Orientasi Rohani) selama satu atau dua tahun. Bagi calon imam tarekat atau religius akan memasuki masa novisiat selama satu atau dua tahun. Ada juga yang sebelum masuk masa novisiat masih melewati masa formatio selama setahun yang disebut pra novis dan setelah pra novis menjalani masa novisiat selama setahun.
Jika tak ada halangan maka setelah masa TOR atau Novisiat para calon akan melanjutkan pendidikan Filsafat dan Teologi. Bagi calon imam tarekat, biasanya setelah masa novisiat didahului dengan pengikraran kaul pertama sebagai tanda sang calon resmi menjadi anggota religius tarekat tersebut. Maka biasanya setelah kaul pertama, sang calon tersebut berhak menggunakan nama tarekat di belakang nama aslinya, misalnya Fr. Joni MSF atau Fr. Paul SVD.
Masa pendidikan Filsafat dilaksanakan tergantung dari sistem perkulihan masing-masing fakultas Filsafat dan Teologi yaitu ada yang tiga sampai empat tahun. Setelah masa pendidikan Filsafat dilaksanakan Tahun Orientasi Pastoral (TOP) selama satu sampai dua tahun. Tahun orientasi pastoral adalah semacam praktek pastoral bagi para frater. Setelah TOP dilanjutkan dengan pendidikan Teologi. Biasanya sebelum atau sesudah TOP para frater dilantik sebagai lektor dan akolit yaitu sebagai pembaca Sabda dan pelayan altar.
Setelah pendidikan Teologi ada ujian ad audiendace atau ujian pengakuan dosa sebegai persiapan menerima tahbisan Diakon. Di Fakultas Teologi Kentungan Jogja masa persiapan ujian ad audiendace dikenal dengan program tahun imamat selama satu smester. Para frater dipersiapkan dengan berbagai latihan penyelesaian kasus perkawinan, mendengarkan pengakuan dosa dan juga penyelesaian kasus-kasus yang berhubungan dengan moral.
Setelah tahbisan diakon, para diakon diutus untuk melaksanakan masa diakonat selama enam bulan. Setelah masa diakonat, jika tidak ada halangan yang berat maka diakon akan ditahbiskan menjadi seorang imam. Setelah tahbisan maka imam baru tersebut akan diberi celebrate yang dikeluarkan dari keuskupan setempat sebagai tanda pengenal bahwa imam tersebut adalah benar-benar imam Katolik Roma.
Jalan panjang harus dilewati untuk menjadi seorang imam Katolik Roma. Bisa melewati enam sampai sembilan tahun. Demikian juga untuk studi lanjut setelah tahbisan bukan kehendak pribadi. Melainkan karena panggilan dan kebutuhan keuskupan atau tarekat.
Maka kalau ada yang mengatakan bahwa lulusan S-3 Vatikan itu OMONG KOSONG dan BOHONG BESAR. Mengagungkan dia sebagai pendakwah namun dia sendiri adalah pembohong, apalah arti semua yang disampaikan tidak lebih hanya sekedar sepiring nasi.
Di Vatikan tidak ada universitas Vatikan. Yang ada itu Universitasi Gregoriana Roma, Universitas Urbaniana dan lainnya. Vatikan adalah pusat agama Katolik dan menjadi ibu kota negara Vatikan. Jadi sudahlah jika ingin tenar tidak perlu harus membohongi Tuhan yang diwartakan dan jemaatmu yang mendengarkan. Jangan menambah dosa dengan dosa kebohongan akan statusmu.
Jadi untuk mencek dia benar “mantan” pastor atau tidak, cukup cek apakah dia pernah ditahbiskan sebagai imam keuskupan atau imam tarekat? Kalau imam keuskupan, nama keuskupannya apa? Dan jika imam tarekat nama tarekatnya apa?
Manila: 19 Februari 2020
Pater Tuan Kopong MSF
Komentar