Katoliknews.com – Paus Emeritus Benediktus XVI memberi peringatakan kepada Paus Fransiskus untuk tidak memberi ruang bagi perubahan aturan selibat dalam Gereja.
Dalam buku baru berjudul “Dari Kedalaman Hati Kami” yang ditulis bersama Kardinal Robert Sarah, mantan Prefek Kongregasi untuk Ibadah Ilahi dan Sakramen, ia menyatakan pernikahan dan imamat menuntut pengabdian total dan pemberian diri seorang pria terhaap panggilannya dan karena itu tidak mungkin untuk menjalankan kedua panggilan itu secara bersamaan.
Buku itu dijadwalkan diterbitkan dalam Bahasa Inggris pada 20 Februari oleh Ignatius Press tetapi surat kabar Prancis Le Figaro merilis kutipan dalam buku itu pada 12 Januari dari edisi asli dalam Bahasa Prancis, demikian menurut La Croix International.
Dalam sebuah bab yang ditandatangani oleh keduanya, dinyatakan bahwa buku itu dihasilkan dari pertukaran “gagasan dan keprihatinan kami,” khususnya terkait dengan Sinode Para Uskup untuk Amazon pada Oktober lalu.
Pada sinode itu ada desakan berulang-ulang untuk mempertimbangkan penahbisan imam bagi mereka yang sudah menikah – yang memenuhi syarat viri probati (orang-orang yang kebajikannya terbukti) – untuk melayani komunitas di daerah terpencil dan menyediakan akses yang lebih besar bagi pelayanan Ekaristi dan sakramen-sakramen lainnya.
Tanggapan Paus Fransiskus atas rekomendasi sinode itu diharapkan akan muncul pada awal tahun ini.
Para pengamat mencatat betapa tidak biasa bagi pensiunan paus untuk campur tangan secara terbuka tentang masalah yang sedang dipertimbangkan oleh paus yang sedang memerintah.
Kardinal Sarah dan Paus Emeritus Benediktus tampaknya tahu hal itu, tetapi mereka mengutip kata-kata St. Augustinus, dengan mengatakan: ‘Silere non possum!’ yang berarti “Saya tidak bisa diam!”
Keduanya mengatakan mereka menawarkan refleksi mereka “dalam semangat cinta untuk persatuan Gereja.”
Dalam wawancara terpisah dengan Le Figaro, Kardinal Sarah berkata, “Jika buku itu dianggap sebagai seruan, maka itu adalah seruan cinta kasih untuk Gereja, paus, para imam dan semua orang Kristen. Kami ingin buku ini dibaca seluas mungkin. Krisis yang dihadapi Gereja sangat kelihatan.”
Dalam buku ini, mereka mengkritik pandangan yang menyatakan bahwa selibat para imam adalah akibat dari” penghinaan terhadap jasmani dan seksualitas.
Kesalahan pemikiran semacam itu, kata mereka, tampak dalam pandangan Gereja yang sangat tinggi tentang sakramen perkawinan.
Sementara mengakui bahwa selibat tidak selalu menjadi persyaratan untuk imamat, keduanya mengklaim bahwa imam yang sudah menikah diharapkan untuk tidak melakukan hubungan seksual dengan istri mereka.
Kutipan dari buku itu tidak membahas terkait penahbisan pria yang sudah menikah di Gereja-Gereja Katolik Timur atau pengecualian yang diberikan oleh Santo Yohanes Paulus II dan Benediktus sendiri terkait para imam dari Katolik Anglikan dan denominasi Kristen lainnya yang menjadi Katolik.
Januari lalu, berbicara kepada wartawan yang ikut terbang bersamanya saat kembali dari Panama, Paus Fransiskus berkata, “Secara pribadi, saya percaya bahwa selibat adalah anugerah bagi Gereja.”
“Saya tidak setuju dengan membiarkan selibat menjadi opsional,” katanya.
“Sebuah frasa yang dikatakan Santo Paulus VI muncul di benak: ‘Saya lebih suka menyerahkan hidup saya daripada mengubah hukum tentang selibat.’
“Namun, dia mengatakan “mungkin ada pengecualian” untuk menahbiskan pria yang sudah menikah di lokasi yang sangat terpencil di mana ada komunitas Katolik yang jarang mengadakan Misa karena tidak ada imam. Tetapi, bahkan untuk situasi demikian, banyak studi yang perlu dilakukan.”
Komentar