Katoliknews.com – Sebuah paroki di Flores mengusung tema peduli lingkungan sebagai salah satu cara mensyukuri perjalanannya hingga ke-80 tahun.
Paroki Kristus Raja Pagal yang masuk wilayah Keuskupan Ruteng menyebarluaskan spirit peduli lingkungan itu lewat ibadat ekologis dan kegiatan konservasi di hutan lindung – di dekat wilayah paroki – yang baru-baru ini terbakar.
Acara itu digelar pada Sabtu, 16 November 2019 di Hutan Lindung RTK 18 Gapong, yang mengalami kebakaran parah pada September dan Oktober, di mana 12 hektar hangus.
Kegiatan itu diselenggaakan dalam kerja sama dengan Ekopastoral, sebuah lembaga milik Ordo Fransiskan yang berpusat di Pagal dan fokus pada karya pastoral di bidang ekologi.
Pastor Andre Bisa OFM, Koordinator Ekopastoral yang juga Ketua Seksi Bidang Ekologi Paroki Pagal mengatakan, ibadat ekologis ini terinspirasi dari konsep Kristus Raja Semesta Alam.
“Hal ini untuk mengingatkan umat bahwa iman akan Kristus perlu dinyatakan dalam kebersamaan dengan alam, segenap ciptaan lain,” katanya kepada Katoliknews.com, Senin, 18 September 2019.
Ibadat dan konservasi itu, kata dia, juga sebagai bentuk silih atas apa yang ia sebut sebagai “dosa ekologis,” khususnya terhadap peristiwa kebakaran di hutan lindung Gapong.
“Dengan ibadat ekologis ini, mari kita tebus dosa kita terhadap alam, dosa di mana manusia membakar dan merusak ekosistem hutan,” katanya.
Ratusan umat dan para Fransiskan bergabung dengan aparat polisi, tentara dan pemerintah setempat dalam kegiatan ini, di mana setelah ibadat mereka menanam beragam jenis pohon lokal seperti ara, ratung, langke, gayam dan lain-lain yang dibawa oleh umat dan sebagian disediakan oleh Ekopastoral.
Sebelum ditanam, pohon-pohon itu diberkati.
Pastor Andre mengatakan, kegiatan ini juga bermaksud menyadarkan umat agar peka terhadap lingkungan, hal yang ia nilai sudah semakin berkurang, kendati dampak dari sikap itu sudah mulai dirasakan, seperti air yang terus berkurang.
Ia menjelaskan, Gereja menekankan bahwa peduli pada lingkungan adalah bagian dari tanggung jawab iman, juga tanggung jawab terhadap generasi selanjutnya.
Dalam konteks umat di Paroki Pagal, di mana mereka adalah bagian dari suku Manggarai, kata dia, Ekopastoral juga berupaya mengingatkan agar kembali pada ritual-ritual adat yang erat kaitannya dengan spirit merawat lingkungan hidup.
BACA JUGA: Investigasi JPIC-OFM: Proyek Geothermal di Flores Mengancam Masa Depan Warga Desa
Salah satunya, kata imam asal Lembata ini, adalah barong bae.
“Dalam ritus ini, kita memohon kepada Tuhan agar mata air tetap terjaga,” katanya.
Namun, ia mengingatkan, dalam ritus demikian juga tetap dituntut kewajiban etis manusia.
“Kita tetap diwajibkan untuk tidak lupa menanam pohon di sekitar mata air,” katanya.
Ia menyatakan, umat Katolik perlu selalu memegang prinsip untuk mewariskan mata air kepada generasi yang akan datang.
“Wariskan mata air, bukan air mata,” tegas Pastor Andre.
Kegiatan konservasi ini, lanjutnya, mendapat persetujuan dari Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelola Hutan Kabuputen Manggarai, yang memiliki otoritas atas daerah konservasi.
Perayaan puncak HUT Paroki Pagal, yang dilayani pada imam Fransiskan, dilaksanakan pada Minggu mendatang, 24 November 2019.
Pastor Andre menyatakan “menyembah Allah di dalam alam dan bersama alam,” menjadi nada dasar perayaan HUT tahun ini.
Sementara itu, Pastor Abba Lazar OFM, Pastor Paroki Pagal mengingatkan masalah “krisis ekologi sesungguhnya menjadi persoalan bersama seluruh elemen dalam masyarakat.”
Oleh karena itu, kata dia, dalam berbagai kegiatan peduli lingkungan, paroki melibatkan pemerintah, aparat keamanan, tokoh agama, tokoh pendidik dan orang muda Katolik.
BACA JUGA: Kardinal Suharyo: Membarui Gereja Tanggung Jawab Sejarah Para Fransiskan
“Bersama-sama kita realisasikan iman kita dalam merawat ciptaan Tuhan, termasuk di sini budaya dan kearifan lokal tentang tanah, air dan hutan yang kita miliki,” katanya, seperti dikutip situs milik Ekopastoral.
Itu semua, jelasnya, “perlu dilestarikan agar berdaya guna bagi generasi mendatang.”
Komentar