Katoliknews.com – Ketika menunjukan Nadiem Makarim (35) sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Presiden Joko Widodo berpesan agar CEO perusahan Gojek itu bisa menyiapkan lulusan-lulusan yang memenuhi kebutuhan pasar kerja saat ini.
“Kita akan membuat terobosan-terobosan yang signifikan dalam pengembangan SDM, yang menyiapkan SDM-SDM yang siap kerja, siap berusaha, yang me-link and match antara pendidikan dan industri,” demikian pesan Jokowi kepada Nadiem pada saat pengumuman Kabinet Indonesia maju, Rabu, 23 Oktober 2019.
Penunjukan Nadiem, sosok yang tercatat sebagai menteri paling muda saat ini, menjadi sebuah kejutan. Kendati dia memiliki basis pendidikan yang sangat baik dan dikenal sebagai praktisi bisnis yang progresif lewat Gojek yang ia rintis, kiprah dan rekam jejaknya dalam dunia pendidikan tidak terlacak.
Hendrik Masur, praktisi pendidikan dan Ketua Visi Indonesia Pintar menyatakan, meski orientasi pendidikan demi kebutuhan dunia kerja itu penting, Nadiem tetap perlu memandang pendidikan secara lebih holistik.
“Konsep link-match seperti yang disampaikan Jokowi pernah menjadi roh politik pendidikan masa Orde Baru, dan terbukti gagal. Indonesia tertinggal jauh bahkan di kawasan ASEAN,” katanya.
“Jika pendidikan hanya untuk melayani industri dan dunia kerja, Nadiem bisa saja menciptakan robot dan memperbanyak aplikasi,” tambah Hendrik.
Ia menjelaskan, bertahun-tahun pendidikan Indonesia hanya berkutat pada soal lernaing to know dan learning to do untuk melayani kepentingan pasar.
“Saatnya Kemendikbud meradikalkan fungsi pendidikan pada tahap yang lebih mulia: belajar menjadi diri sendiri (learning to be) dan belajar hidup bersama (learning to live together),” katanya.
Keberhasilan dan ketahanan kita sebagai bangsa, jelas dia, akan ditentukan oleh kedua fungsi tersebut di tengah gelombang revivalisme identitas yang menyapu berbagai negara di dunia.
Selain itu, tambahnya, persoalan-persoalan dasar dalam dunia pendidikan masih memasung kita untuk bergerak maju.
“Persoalan infrastruktur, kualitas guru, dan pemerataan pendidikan dalam teritori Indonesia yang sangat luas harusnya tetap menjadi perhatian utama. Kita bisa saja berbusa-busa berbicara tetang era industri 4.0, tetapi abai menyelesaikan persoalan dasar,” katanya.
“Maka penting bagi Nadiem untuk melihat masalah pendikan dari daerah-daerah terpencil, terdepan, dan termiskin di Indonesia,” tambah Hendrik.
Komentar