Katoliknews.com – Dua orang teroris yang ditangkap polisi pada pekan lalu diduga kuat mengetahui rencana bom tiga gereja di Surabaya pada tahun lalu, demikian menurut polisi.
Dedy Prasetyo, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri mengatakan, HS alias Hanafi alias Abu Zufar (39) dan BLH alias Salman yang ditangkap pada 22 Agustus terlibat dalam sebuah pertemuan pada 12 Mei 2018 atau sehari sebelum serangan bom.
Pertemuan itu digelar di Islamic Center Balung Bendo, Sidoarjo.
“Minimal (mereka) mengetahui proses perencanaan bom Surabaya, baik yang di tempat ibadah maupun serangan Polrestabes Surabaya,” ujar Dedy dalam konferensi pers di Mabes Polri, Senin, 26 Agustus 2019.
Lebih dari 20 orang tewas dalam serangan bom bunuh pada 13 Mei 2018 yang menyasar Gereja Katolik Maria Tak Tercela, Gereja Kristen Indonesia (GKI), dan Gereja Pantekosta Pusat serta sehari setelahnya di Mapolrestabes Surabaya.
HS diketahui merupakan amir atau pemimpin Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Madura dan BL merupakan amir JAD Lamongan.
HS diamankan di Sampang, sementara BL ditangkap di Lamongan, Jawa Timur.
Penangkapan keduanya merupakan bagian dari kegiatan tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri selama 22-24 Agustus 2019 di Jatim.
Pada periode itu, tim Densus mengamankan tiga terduga teroris lainnya di Blitar, Jawa Timur. Ketiganya ditangkap pada Jumat, 23 Agustus, yaitu KJ, S, dan IP alias Aslan. KJ merupakan anggota JAD Blitar, sementara S dan IP merupakan anggota JAD Blitar pimpinan Lutfi alias Goper, yang sudah ditangkap pada 3 Agustus 2018.
Terakhir, terduga teroris yang diamankan adalah YT alias Nukud di Magetan, Jawa Timur, pada Sabtu, 24 Agustus.
YT diamankan usai melakukan pencurian di Toko Emas Morodadi di Kecamatan Barat, Kabupaten Magetan.
YT mengklaim, dana hasil rampokan itu rencananya dipakai untuk membiayai keberangkatannya ke Suriah.
Komentar