Sejumlah uskup menyerukan pencabutan Undang-Undang (UU) Negara Yahudi di Yerusalem yang disahkan parlemen Israel, Knesset, pada Juli lalu.
Seruan ini merujuk pada isi UU tersebut yang memberikan ‘hak unik’ bagi orang Yahudi untuk menentukan nasib sendiri, dan secara tidak langsung membedakan warga keturunan non-Yahudi.
Seperti dilansir CNNIndonesia.com, dalam sebuah pernyataan bersama, para uskup yang berasal dari sejumlah keuskupan di Tanah Suci (Israel, Negara Palestina, Siprus, dan Yordania), Suriah, Armenia, dan gereja Yunani Melkite itu menegaskan warga non Yahudi posisinya tidak lebih rendah dari orang-orang Yahudi.
“Kami harus bisa menarik perhatian pihak berwenang terkait sebuah fakta sederhana. Pengikut kami yang setia, sesama warga, kaum Muslim, Druze, dan Baha’i, kita semua yang merupakan orang Arab tidak lebih rendah dari saudara kita orang Yahudi,” demikian isi pernyataan bersama tersebut, Senin (5/11).
“Kami sebagai pemimpin agama dari Gereja Katolik meminta pihak berwenang membatalkan konstitusi dasar ini dan meyakinkan semua umat bahwa negara Israel berupaya mendukung dan melindungi kesejahteraan serta keselamatan warganya,” lanjut isi pernyataan tersebut.
Selain itu, penolakan juga muncul Presiden Israel, Reuven Rivlin. Dikutip AFP, Reuven Rivlin bahkan menganggap versi UU itu saat itu “buruk bagi negara Israel dan orang Yahudi.”
Kemudian, sejumlah anggota Knesset keturunan Arab dan Palestina juga turut menentang pengesahan UU tersebut. Mereka menyebut aturan itu sebagai hukum yang “rasis”. Beberapa politikus oposisi juga menganggap UU itu harus diamandemen.
Pada Juli lalu, UU itu disahkan dengan dukungan suara 62-55. Aturan baru tersebut menjadikan Bahasa Ibrani sebagai bahasa nasional dan menetapkan pembentukan komunitas Yahudi sebagai salah satu kepentingan nasional.
Sementara itu, bahasa Arab, yang sebelumnya juga dianggap sebagai bahasa resmi negara, kini hanya diberikan status khusus dalam undang-undang tersebut.
Hukum tersebut juga menetapkan Israel sebagai Tanah Air bersejarah bangsa Yahudi dan menyatakan bahwa kaum Yahudi memiliki hak menentukan nasib sendiri di wilayah mereka.
Katoliknews
Komentar