Pastor Chrisanctus Paschalis Saturnus turut menghadiri audiensi dengan pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura terkait masalah buruh migran asal Indonesia, Senin, 22 Oktober 2018.
Acara ini gelar oleh Perwakilan dari lembaga-lembaga kemanusiaan yang berbasis di Batam, Provinsi Kepulauan Riau.
Seperti dilansir Ucannews.com, Romo Paschal yang merupakan Ketua Komisi Keadilan, Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKPPMP) Keuskupan Pangkalpinang itu mengatakan dalam acara tersebut mereka membahas masalah para pekerja migran yang bekerja di Singapura, di mana sebagian besar berangkat ke negara tersebut melalui Batam.
“Di antara mereka ada yang bekerja sesuai dengan prosedur, tetapi banyak juga yang bekerja tanpa prosedur dan akibatnya rentan menjadi korban perdagangan orang,” kata Romo Paschal.
Ia juga menjelaskan, Batam selalu menjadi pintu masuk dan juga keluar bagi korban perdagangan orang.
Setiap hari, kata dia, ratusan pekerja migran berangkat ke Singapura dan tidak sedikit yang bermasalah, lalu dipulangkan.
“Oleh karena itu kami menyampaikan persoalan persoalan yang kami hadapi dan meminta arahan, petunjuk dan penjelasan-penjelasan dari KBRI yang kiranya membantu kami untuk bersama negara menjamin layak dan amannya pekerja migran Indonesia mengadu nasib di Singapura.
Menurut Romo Paschal, audiensi ini berjalan dalam nuansa penuh persaudaraan.
Sementara itu, perwakilan Duta Besar Indonesia untuk Singapura, Zahermann Muabezi mengatatakan, dirinya berharap ada kerja sama antara stakeholder yang ada di Batam dan KBRI Singapura.
“Ini kerja bersama dan perlu kontrol bersama, mengingatkan, sosialisasi dan mengadvokasi agar hal hal yang tidak kita inginkan tidak terjadi,” katanya.
Untuk diketahui, Romo Paschal merupakan salah satu dari imam yang memelopori upaya advokasi kasus perdagangan orang di Batam.
Sejak terjun dalam isu ini sejak 2013, lebih dari 500 buruh migran korban perdagangan orang yang sudah ia selamatkan.
Selain itu, advokasi yang ia dan timnya lakukan juga telah menjebeloskan belasan orang ke dalam penjara. Terakhir, pada bulan September lalu dua orang pelaku divonis tiga tahun karena memberangkat tenaga kerja yang dokumennya dipalsukan.
Katoliknews
Komentar