Katoliknews – Pada 25 Agustus 2016 lalu, Dirjen Bimas Katolik, Eusabius Binsasi meresmikan tiga Sekolah Menengah Atas Katolik (SMAK) di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Tiga sekolah itu adalah SMAK Seminari St Yohanes Paulus II Labuan Bajo di Kabupaten Manggarai Barat, SMAK St Carolus Riung di Kabupaten Ngada, dan SMAK St Peregrinus Laziosi di Kabupaten Manggarai Timur.
Dijumpai Katoliknews.com pada Senin 5 September di Jakarta, Eusabius mengatakan, di seluruh Indonesia sudah ada 25 SMAK dan 23 Sekolah Tinggi Pastoral (Stipas) yang berada di bawah Kementerian Agama.
Sekolah-sekolah ini, kata dia, semuanya dibangun oleh keuskupan.
Karena itu, ia menegaskan, sekolah-sekolah itu adalah milik keuskupan.
“Itu semua sekolah milik Gereja,” ujarnya.
Tugas Kementerian Agama, dalam hal ini Bimas Katolik, kata dia, adalah memberi payung hukum dan izin operasional.
Sekolah-sekolah ini, jelasnya, izin operasionalnya tidak berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi Kementerian Agama, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No 55 tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan.
Selain memberi payung hukum dan izin operasional, tugas Bimas Katolik, jelasnya, adalah membantu penyediaan fasilitas.
“Fasilitasi dalam pengertian,…karena itu sekolah milik Keuskupan, kita memberi subsidi,” ujarnya.
BACA JUGA: SMAK Seminari Labuan Bajo Resmi Jadi Sekolah Binaan Kementerian Agama
Ia merinci, subsidi atau bantuan yang selama ini telah diberikan oleh Bimas Katolik antara lain Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk para siswa, bantuan operasional dan bantuan sarana dan prasarana.
“Termasuk di dalamnya juga bantuan pembangunan dan rehabilitasi gedung,” ujarnya.
Eusabius mengatakan, hingga kini belum ada satu pun sekolah keagamaan Katolik yang berstatus sebagai sekolah milik pemerintah atau sekolah negeri.
Bimas Katolik, kata dia, belum mendirikan sekolah kegamaan Katolik. Sekolah-sekolah keagamaan yang ada saat ini, semuanya millik swasta yaitu keuskupan.
Meski demikian, menurutnya, terbuka kemungkinan sekolah-sekolah keagamaan Katolik milik keuskupan ini menjadi sekolah negeri.
Syaratnya, menurut Eusabius, ada usulan dari pemilik yayasan untuk mengubahnya menjadi sekolah negeri.
Sejauh ini, kata dia, ada empat sekolah keagamaan Katolik yang sudah secara resmi menyampaikan usulan untuk menjadi sekolah negeri.
Dari empat itu, satu perguruan tinggi yaitu Sekolah Tinggi Pastoral (Stipas) St Agustinus di Kalimantan Barat. Sedangkan, tiga lainnya adalah SMAK.
“Mereka sudah usulkan ke pemerintah, dalam hal ini Bimas Katolik untuk kalau boleh sekolah ini dinegerikan,” ujarnya.
Saat ini, kata dia, baru Stipas St Agustinus yang sudah memenuhi persyaratan yang diminta pemerintah, sehingga proses menjadikan sekolah itu sebagai perguruan tinggi negeri keagamaan Katolik sedang dilakukan.
Sedangkan tiga SMAK, yaitu SMAK di Ende – Flores, SMAK Keerom – Papua, dan SMAK Samosir – Sumatera Utara baru menyampaikan usulan dan belum memenuhi persyaratan yang diminta pemerintah.
Bila sudah menjadi sekolah negeri Katolik, menurutnya, kurikulumnya tetap pendidikan kegagamaan yang ditetapkan Gereja, tetapi status kepemilikannya berubah sepenuhnya menjadi milik pemerintah, termasuk aset-asetnya seperti tanah dan gedung.
“Itu yang banyak uskup tidak mau,” ujarnya sambil tertawa.
Peter/Katoliknews
Komentar