Oleh: RD Norbert Tukan
Bacaan 1: 2 Sam.12:7-10.13
Bacaan 2: Gal 2:16.19-21
Injil: Luk 7: 36-8:3
Kita tahu bahwa dalam sejarah bangsa Israel, ada tiga raja yang pernah memimpin bangsa Israel, yaitu Saul, Daud dan Salomo. Dari ketiga raja itu, hanya raja Daud yang sangat terkenal. Ia menjadi terkenal karena mampu menyatukan seluruh suku-suku Israel, membawa zaman keemasan dan menjadikan Yerusalem sebagai pusat, dengan menempatkan tabut perjanjian. Oleh sebab itu, Daud menjadi peletak dasar harapan Mesianis. Akan tetapi, raja Daud yang hebat, kuat dan perkasa itu tidak terlepas dari kekurangan. Daud melakukan banyak kesalahan dan dosa. Dosa terbesar dan terkenal adalah perselingkuhannya dengan Batsyeba dan membunuh Uria, suami dari Batsyeba.
Dalam bacaan pertama, 2 Sam 12:7-10:3 jelas dikatakan bahwa dengan tindakan ini, Daud telah menghina Tuhan. Daud yang adalah orang pilihan YAHWE, tapi malah melakukan perbuatan dosa, menentang kehendak Allah. Akibatnya Daud dihukum, “Oleh sebab itu, pedang tidak akan menyingkir dari keturunanmu sampai selama-lamanya….”. Tuhan tidak pilih kasih. Kendatipun Daud adalah pilihanNya, tapi keadilan dan hukum tetap dijalankan.
Dalam ayat selanjutnya, digambarkan sikap pertobatan Daud setelah ditegur oleh Tuhan melalui Nabi Natan. Lalu berkatalah Daud kepada Natan, “Aku sudah berdosa kepada Tuhan!” Dari sini kita melihat, kekuasaan, posisi, nafsu telah membuat Daud lupa akan tugas utamanya dan kehendak Tuhan. Lupa diri inilah yang membuat ia jatuh dalam dosa tersistematis. Daud tidak bersikap bijak, ia jatuh dalam dosa berzinah dan membunuh. Lantas berkat sikap tobat Daud, ia kemudian dijauhkan dari kutukan dan hukuman. Itu berarti, karena kebaikan Tuhan, dan pertobatan Daud, maka ia boleh kembali mengalami kasih dan berkat melimpah dari Tuhan. Tuhan tidak peduli dengan seberapa besar dosa Daud. Kasih YHWH mengatasi dosa Daud.
Daud kembali dipugarkan, dingatkan, disehatkan untuk lebih bersikap bijak. Rasa kagum, haru dan gembira karena dosa diampuni Tuhan inilah dinyanyikan oleh pemazmur dengan amat gembira, “Berbahagialah orang yang pelanggarannya diampuni…..yang kesalahannya tidak diperhitungkan Tuhan..”. Selanjutnya sikap rohani yang perlu dibangun adalah rendah hati, membiarkan diri dikuasai oleh Allah. Karena bertobat juga bearti membiarkan diri untuk dikuasai Kristus.
Kisah Perempuan Berdosa
Dalam injil Luk 7:36-8:3 dikisahkan tentang seorang perempuan berdosa. Wanita ini sangat terkenal, bukan karena kehebatan dan kuasa yang dimiliki, tetapi karena dosa. Ketika mendengar bahwa Yesus sedang makan di rumah orang Farisi, wanita itu datang, membawa minyak wangi, sambil menangis dan membasahi kaki Yesus dengan air mata, menyeka dengan rambut, mencium dan meminyakinya. Kita bisa membayangkan keberanian si wanita ini untuk datang bertemu dengan Yesus. Ia nekat, berani menerobos kerumunan orang, mungkin mengganggu ketenangan dan keasyikan serta kebersamaan Yesus dan orang-orang Farisi.
Orang Farisi merasa aneh, risih dan terganggu bukan karena sikap wanita yang berani, tapi sikap Yesus yang tenang dan malah mengampuni. Sikap Yesus itu, di luar dugaan orang Farisi dan para murid yang hadir. Dosa perempuan yang banyak itu diampuni. Yesus berkata kepada wanita itu, “ Dosamu telah diampuni!”. “Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat.
Daud Pasif, si Wanita Aktif
Dua kisah yang dipresentaikan dalam bacaan di atas, jelas menekankan dosa, pertobatan dan pengampunan Allah. Daud adalah manusia yang berdosa. Demikian juga si wanita itu adalah manusia yang berdosa. Tapi ada pebedaan yang mencolok. Daud adalah raja, terkenal, laki-laki, urapan Tuhan. Sayangnya dosa dia lebih berat, sangat bertentangan dengan statusnya sebagai orang pilihan Tuhan. Kuasa dijadikan sebagai sarana memuluskan niat jahat dan nafsu.
Saat pertobatan, inisiatif tidak datang dari Daud, tapi dari Tuhan melalui Nabi Natan. Lalu si wanita yang berdosa, ia tidak memiliki kuasa, terkenal karena berdosa, perempuan (dipandang rendah dan nomor kedua dalam budaya) dan pelacur. Dia menunjukan sikap aktif mendengar, mencari, dan menemukan, berbeda dengan Daud yang pasif dan ditegur. Si wanita mengajari kita untuk berani mencari Tuhan ketika kita berdosa. Si wanita juga mengajari kita untuk berani menerobos tradisi yang membelenggu dan membuat kita terus terkungkung dalam penjara dosa.
Dalam kehidupan bermasyarakat, baik dalam lingkup pendidikan, agama dan pemerintahan tidak telepas dari dosa dan kesalahan. Ada banyak kesalahan dan dosa tersistematis dan terstruktur yang kita alami, lakukan dan saksikan. Kita juga menyaksikan betapa kuasa dan kedudukan seringkali dipakai sebagai sarana untuk membodohkan orang lemah dan menutupi kejahatan-kejahatan moral. Kita seakan merasa tidak berdosa dan tidak perlu mencari dan menemukan Tuhan ketika kuasa sudah memuluskan nafsu dosa kita. Marilah kita menjadi rendah hati seprti perempuan itu: Merasa bersalah, mendengar, mencari dan menemukan Tuhan. Kebahagiaan dan berkat sedang menanti, jika anda bertobat.
Imam diosesan Pangkalpinang, sedang studi di Taiwan
Komentar