Katoliknews.com – Seorang frater yang sedang menjalankan tahun orientasi pastoral di Jakarta dilapor ke polisi karena mencubit murid di sekolah dasar katolik.
Frater Inho Loe SVD dilapor ke Polres Jakarta Timur pada April lalu oleh orang tua murid siswa kelas V di SD St Antonius Matraman dengan inisial K.
Pada Jumat, 10 Juni 2016, Frater Inho menjalani pemeriksaan, di mana ia didampingi pengacara dari bantuan hukum Paroki St Yosef, Matraman, Jakarta Timur.
Salah satu pengacara, Azas Tigor Nainggolan, mengatakan, kliennya sama sekali tak mencubit K.
Kejadian sebenarnya, menurut dia, saat Frater Inho sedang mengajar, K duduk membelakanginya.
Frater Inho pun lantas menghampiri K dan mengubah posisi duduk muridnya. Namun, orang tua K kemudian melaporkan kejadian itu ke polisi karena menuduh Inho mencubit anaknya dan juga membawa bukti foto lengan yang lebam bekas cubitan.
“Tapi itu hanya foto lengan. Kami tidak tahu itu lengan anaknya atau bukan,” ucap Tigor.
Di akun Facebooknya, Jumat kemarin, Tigor menulis bahwa frater tidak berniat mencubit apalagi melukai muridnya sendiri.
“Saya melihat sebenarnya orang tua (murid)nya saja yang berlebihan,” tulis Tigor.
Ia pun menjelaskan, K sebenarnya biasa-biasa saja dan relasinya dengan Frater Inho setelah kejadian itu tetap berjalan baik.
Kasus laporan terkait pencubitan ini sudah mendapat respon dari Menteri Pendidikan Anies Baswedan, di mana ia mengatakan, kasus seperti ini seharusnya tidak perlu dibawa ke jalur hukum.
Ia mengatakan, orang tua dapat melaporkan tindakan guru kepada kepala sekolah atau dinas pendidikan. “Siswa tak perlu menuntut secara hukum,” ujar Anies seperti dilansir Tempo.co, Jumat kemarin.
Masalah demikian, kata dia, masih dalam ranah masalah pendidikan. Karena itu, menurut Anies, kejadian pencubitan masih bisa diselesaikan di tingkat sekolaha atau dinas.
Ia mengatakan, kementeriannya akan membuat semacam buku referensi untuk menghadapi anak dengan berbagai karakter.
“Untuk guru, kita punya teknik-teknik baru dalam membantu mendisiplinkan anak. Jadi ini masalah teknik,” ujar Anies.
Dia menilai, ketika pendidik menggunakan tangan untuk menegur, kadang tercampur antara niat mendidik siswa dan niat menyalurkan emosi. Saat dua niat itu tercampur, di situ ada potensi terjadinya kekerasan.
“Guru-guru mesti berhati-hati dan belajar teknik-teknik khusus.”
Edy/Katoliknews
Komentar