Katoliknews.com – Seorang pastor dosen teologi moral ikut mengomentari polemik hukuman kebiri untuk para pelaku kejahatan seksual, di mana ia menyebut, jenis hukuman itu tidak bedanya dengan hukuman mati.
“Hukum kebiri hampir sama dengan hukuman mati,” ungkap Romo Anton Moa Tolipung Pr, dosen teologi moral di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) St Yohanes Pematangsiantar.
Letak kesamaaannya, kata dia, adalah menghancurkan martabat manusia, hal yang juga bertentangan dengan pilihan sikap Gereja Katolik.
Ia menjelaskan, perlu diingat bahwa pada prinsipnya hukuman bertujuan membela kemanusiaan, martabat manusia. Dan, menurut dia, dalam hukuman kebiri dan hukuman mati, yang dilanggar justeru martabat manusia itu sendiri.
Menurut Romo Anton, di sini ada kekeliruan cara pandang karena hukuman kebiri, juga hukuman mati justeru melanggar prinsip yang sedang ingin dibela.
Akibatnya, alih-alih mengatasi masalah, hukuman kebiri dan hukuman mati “justeru mengakibatkan masalah baru.”
Ia juga mempersoalkan klaim bahwa hukuman kebiri dan hukuman mati akan memberi efek jera.
Faktanya, kata dia, klaim itu tidak terbukti. “Hukuman mati sering dilaksanakan tetapi kejahatan tetap saja terjadi,” tandasnya.
Praktek hukuman mati dan kebiri, ungkapnya, juga tidak bisa dilepaskan dari konteks di mana proses hukum kadang tidak berjalan baik dan benar, tidak jujur dan tidak adil, sehingga terbuka kemungkinan menghukum orang yang sebenarnya tidak bersalah.
Ia menekankan bahwa apapun bentuk hukuman, itu adalah cara untuk mewujudkan prinsip atau nilai fundamental, yaitu tetap menghargai martabat manusia.
Ia menambahkan, hukuman adalah salah satu cara saja, sebab selain hukuman ada juga cara-cara lain. “Misalnya, pembinaan, pembiasaan, pelajaran, dan lain-lain,” ungkap imam diosesan Keuskupan Pangkalpinang itu.
Stefan/Katoliknews
Komentar