Oleh: RD Ardus Endi
Pada hari ini, kita memasuki Hari Minggu Biasa Ke-23. Ketika membaca secara cermat bacaan I dari Kitab Yesaya (35:4-7a) dan Injil Markus (7:31-37) kita akan menemukan korelasi pesan yang sangat kuat. Narasi Nabi Yesaya dalam bacaan I berisikan ramalan tentang datangnya hari keselamatan dan rahmat pembebasan bagi orang-orang yang tertindas dan menderita. “Kuatkanlah hatimu dan janganlah takut! Lihatlah, Allahmu akan datang… pada waktu itu, mata orang-orang buta akan dicelikkan, dan telinga orang-orang tuli akan dibuka… orang lumpuh akan melompat seperti rusa, dan mulut orang bisu akan bersorak-sorai…” (Yes. 35:5-6). Ramalan Nabi Yesaya ini tergenapi dalam diri Yesus.
Seperti yang kita selalu dengar dari setiap kisah Injil-Injil Sinoptik, Yesus datang ke dunia membawa misi pembebasan, menebarkan jala keselamatan kepada semua orang, terutama mereka yang menderita dan tertindas. Misi kemanusiaan menjadi skala prioritas dalam seluruh lanskap pastoral Yesus. Hal ini tergambar jelas dalam narasi Injil Markus hari ini. Di daerah Dekapolis, Yesus menyembuhkan seorang anonim yang tuli dan gagap. Dengan mengucapkan kata: “Effata!” yang berarti “terbukalah!”, orang itu pun disembuhkan serentak dibebaskan dari penderitaan yang telah lama membelenggu fisiknya. Pada akhirnya, ia dapat mendengar dan berkata-kata. Tentu, banyak hal lain yang dikerjakan Yesus di daerah itu yang memperlihatkan kepada kita bahwa kehadiran Yesus sungguh-sungguh merupakan penggenapan janji Allah akan datangnya rahmat pembebasan. Pada bagian akhir dari narasi Injil Markus, terungkap secara gamblang reaksi dari seluruh orang yang menyaksikan peristiwa itu, bahwa mereka “takjub dan tercengang, serta berkata: Ia menjadikan segala-galanya baik! Yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berbicara” (Mrk. 7:37).
Senada dengan itu, penulis Kitab Mazmur juga melukiskan dengan sangat indah semua karya kasih Allah. “Tuhan membuka mata orang buta, Tuhan menegakkan orang yang tertunduk, Tuhan mengasihi orang-orang benar, Tuhan menjaga orang-orang asing. Dialah yang menegakkan keadilan bagi orang yang diperas dan memberikan roti kepada orang-orang yang lapar. Tuhan membebaskan orang-orang yang terkurung.” (Mzm. 146:8-9a).
Dari narasi bacaan suci ini, kita diarahkan untuk secara sungguh-sungguh melihat karya-karya ajaib yang dilakukan Allah setiap waktu. Betapa Allah sungguh mencintai dan mengasihi kita. Meski kita penuh dengan dosa dan kerapuhan, namun hal itu tidak pernah mengubah keputusan Allah untuk terus mencintai dan menyertai kita. Dalam dan melalui Yesus, Putra-Nya, Allah ingin memastikan agar kita semua terjaring dalam jala keselamatan. Dia tidak pernah membiarkan kita terjerambab dalam jurang kehancuran.
Apa pesan inti dari keseluruhan bacaan suci hari ini? Tanpa bermaksud mendikte Anda sekalian, menurut saya, salah satu dari sekian banyak pesan penting yang disampaikan melalui ketiga bacaan suci hari ini adalah pentingnya memiliki iman yang inklusif. Artinya, iman yang kita miliki mesti dihayati dengan mata terbuka. Iman itu mesti menggerakkan hati untuk selalu peduli, menggerakkan mata untuk selalu melihat, menggerakkan teliga untuk selalu mendengar rintihan sesama, menggerakan kaki dan tangan untuk bergegas menolong sesama.
Dalam konteks ini, kita perlu belajar dari Yesus, Sang Guru Agung. Dalam seluruh lanskap pastoral-Nya, Ia selalu membuka diri terhadap kehadiran semua orang, menyapa dan merangkul semua orang lintas generasi, melayani tanpa batas dan tanpa syarat. Dan selaras dengan amanat Rasul Yakobus dalam bacaan II, hendaknya kita merangkul semua orang tanpa memandang muka, tanpa melihat perbedaan, tanpa mengkotak-kotakkan. Kita dipanggil untuk menjadi saudara bagi semua orang. “Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Kristus, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka…” (Yak. 2:2).
Sekali lagi, mari kita belajar dari cara Allah mencintai dan mengasihi kita, semoga kita tidak pernah lelah berbuat baik. Karena itu, kita juga memohon kekuatan dari Allah sendiri agar kita mampu merawat iman kita untuk selalu terarah kepada-Nya dan sekaligus mengungkapkan iman itu secara nyata dalam relasi dengan sesama saudara kita.
*Penulis adalah Imam Diosesan Ruteng-Flores. Saat ini berkarya sebagai pembina di Seminari Menengah Petrus van Diepen, Sorong.
Komentar