Katoliknews – Kasus penyiksaan terhadap warga sipil di Papua oleh oknum TNI viral di media sosial. Dalam video itu tampak lima orang pria mengelilingi sebuah drum biru yang berisi setengah air. Di dalamnya ada seorang warga dengan tangan diikat ke belakang. Kepala dan wajahnya berdarah yang mengucur di bagian dadanya.
Seorang pria berkaos hijau melayangkan tinju dan siku ke belakang kepalanya berkali-kali. Pria lain memukul dan menendang dan terlihat ia bercelana loreng. Seorang pria bekaos dongker tampak menenangkan yang lain.
Pihak TNI melalui Kepala Pusat Penerangan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Mayjen R Nugraha Gumilar mengatakan bahwa TNI telah menyelidiki video itu. Gumilar juga membenarkan bahwa sejumlah prajurit yang diduga melakukan penyiksaan itu sedang diperiksa.
“Benar, diduga dilakukan oleh oknum prajurit TNI dan TNI saat ini sedang melakukan penyelidikan,” ujar Gumilar lewat pesan tertulis, Jumat, 22 Maret 2024.
Respons Gereja Katolik
Peristiwa itu melukai kemanusiaan. Lantas, bagaimana sikap Gereja Katolik? Pasalnya, peristiwa seperti ini sudah berulang.
Uskup Keuskupan Jayapura Mgr. Yanuarius Matopai You dalam laporan Jubi, media berbasis di Papua, menyayangkan peristiwa seperti itu terjadi.
Uskup berdarah Papua itu menilai kejahatan itu sebagai tindakan yang dilakukan oleh orang yang tidak beriman dan tidak bernurani.
“Orang yang tidak beriman, tidak berperikemanusiaan. Ini adalah perbuatan dari orang yang sama sekali tidak punya hati nurani,” kata Uskup itu, Sabtu, 23 Maret 2024.
Senada, Keuskupan Agung Jakarta melalui sekretarisnya, RD Adi Prasojo mengecam peristiwa itu sebagai peristiwa yang tidak berperikemanusiaan.
“Menyikapi video viral penyiksaan warga sipil Papua oleh terduga aparat TNI, kami mengutuk keras terjadinya penyiksaan tersebut karena jauh dari nilai-nilai moral dan ajaran cinta kasih dalam agama,” kata Adi Prasojo dalam siaran pers, Sabtu, 23 Maret 2024.
Hal yang sama disampaikan Ketua Pemuda Katolik Stefanus Gusma yang menilai peristiwa itu telah merusak naluri keadilan, serta menginjak-injak perikemanusiaan yang adil dan beradab.
Ia menyebut tindakan kekerasan tersebut mencerminkan rendahnya penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia.
Usut Tuntas dan Tegakkan Hukum Seadil-adilnya
Pemuda Katolik, kata Gusma, akan segera menugaskan Gugus Tugas Papua Pengurus Pusat Pemuda Katolik untuk turut aktif mengadvokasi dan mengorganisir jejaring dalam rangka mengumpulkan bukti dan fakta lapangan.
“Kita mendorong adanya upaya investigasi menyeluruh supaya keadilan korban dan keluarga korban terpenuhi, serta terselenggaranya proses hukum yang adil dan transparan kepada para terduga pelaku,” kata Gusma.
“Kita juga mendorong Gugus Tugas Papua untuk terlibat mengadvokasi dan mengorganisir jejaring untuk menyelesaikan masalah ini,” tambahnya.
Mgr. You meminta pihak yang berwenang mengusut tuntas peristiwa itu dan pelaku dijutuhi hukuman yang seberat-beratnya.
“Kasus penganiayaan seperti ini harus segera diusut tuntas dan dilaporkan dan diproses sesuai dengan jalur hukum, siapa pun pelakunya harus diproses melalui jalur hukum,” kata Uskup Jayapura itu.
KAJ juga mendorong adanya upaya investigasi menyeluruh supaya keadilan korban dan keluarga terpenuhi, serta terselenggaranya proses hukum yang adil dan transparan kepada para terduga pelaku.
Jalan Dialog
Rantai kekerasan di Papua tak kunjung putus, baik yang dilakukan oknum masyarakat sipil terhadap TNI-Polri maupun yang dilakukan oknum TNI-POlRI terhadap warga sipil Papua.
Karena itu, Gusma menilai perlu pendekatan yang tepat untuk menyelesaikan persoalan ini.
Ia mengatakan, dialog dan pendekatan humanis yang dibangun harus punya keberpihakan yang jelas terhadap kepentingan Tanah Papua.
“Penyelesaian tidak dengan pendekatan keamanan saja tetapi perlu mengedepankan pendekatan kemanusiaan. Ini adalah solusi bermartabat dalam menyelesaikan persoalan ini,” kata Gusma Gusma.
Menurutnya, langkah kemanusiaan dengan mengedepankan dialog damai perlu dicoba untuk mengatasi kekerasan di Papua. Tanpa dialog, kekerasan antarkedua belah pihak sulit diputus.
Namun, kata dia, dialog dan pendekatan harus punya posisi keberpihakan terhadap kepentingan Tanah Papua, yaitu keadilan, kesejahteraan, dan tidak boleh lagi ada kekerasan.
“Harus disadari bahwa penggunaan kekerasan tak dapat dibenarkan. Perdamaian dan rasa aman di wilayah Papua harus menjadi prioritas dan perhatian negara,” tegas Gusma.
Adi Prasojo juga mendorong upaya-upaya dialog damai sebagai jalan paling bermartabat untuk menyelesaikan soal kekerasan yang ada di wilayah Papua.
“Indonesia sudah memiliki pengalaman dalam membangun perdamaian di Aceh, kiranya memungkinkan juga untuk menjalankan proses yang sama di tanah Papua,” ucapnya.
Komentar