Katoliknews.com – Konferensi Para Uskup Katolik Filipina (CBCP) ikut dalam upaya-upaya melawan pelecehan seksual anak secara online, di mana mereka memperingatkan keluarga agar waspada dan membatasi waktu anak-anak bermain internet.
Peringatan itu muncul setelah adanya lonjakan jumlah kasus pelecehan seksual selama Filipina dikunci akibat pandemi Covid-19.
Orang tua harus mewaspadai “virus berbisa” yang memangsa kaum muda di tengah pandemi, kata para uskup, seperti dilansir Ucanews.com, media Katolik Asia.
“Ini adalah pedagang manusia dan pelanggar seksual, virus terburuk dan berbisa di dunia, mengambil setiap kesempatan untuk menargetkan kaum muda kita dan bahkan anak-anak muda yang bosan di rumah dan tidak memiliki apa pun selain berselancar di internet,” kata para uskup dalam sebuah pernyataan.
Kasus eksploitasi seksual anak melonjak di Filipina dari Maret hingga Mei, di mana tercatat 279.166 kasus, kata Departemen Kehakiman.
BACA JUGA: Upaya Advokasi oleh Suster Aktivis Membawa Guru Pelaku Pelecehan Seksual ke Penjara
Pada 30 Mei, polisi menangkap seorang wanita berusia 34 tahun di Kota Caloocan, Manila karena menjual video dan foto-foto anak-anaknya yang telanjang di internet.
Wanita yang identitasnya tidak dipublikasi itu diduga mengunggah video dan foto telanjang kedua anaknya yang berusia 8 dan 12 tahun dengan sepupu mereka yang berusia 4 tahun di sebuah situs dewasa.
Penyelidik mengatakan ibu itu menjual video seharga 5.000 hingga 10.000 peso atau antara 1,5-3 juta rupiah kepada sebagian besar pedofil di Eropa.
Para pedofil biasanya akan meminta gambar dan rekaman eksplisit dari anak-anak dan menanyakan usia anak itu, kata inspektur polisi Aldrin Marcelo.
Marcelo mengatakan orang tua atau kerabat yang terlibat pelecehan semacam ini berpikir bahwa hal itu tidak berbahaya bagi anak-anak mereka karena tidak ada kontak fisik antara mereka dan predator.
“Banyak dari mereka berpikir bahwa karena tidak ada hubungan seksual, maka boleh mengambil video atau foto mereka,” kata Marcelo kepada UCA News.
Pihak berwenang percaya kemiskinan adalah alasan utama mengapa orang tua semakin banyak menjual anak-anak mereka secara online karena banyak yang kehilangan pekerjaan menyusul dampak ekonomi yang disebabkan oleh pandemi.
“Anda melihat banyak dari mereka yang melakukan [pelecehan seksual online] adalah keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan. Mungkin mereka benar-benar tidak punya pilihan selain melakukan ini kepada anak-anak mereka. Mereka butuh uang untuk makan,” kata pekerja sosial Amanda Grajo.
BACA JUGA: Konferensi Waligereja Jepang Terbitkan Laporan Pelecehan Seksual Terhadap Anak
Sejumlah laporan menyebutkan pelecehan seksual anak secara online meningkat tiga kali lipat di Filipina selama pandemi COVID-19 karena keluarga-keluarga miskin ingin mencari uang dengan mudah.
Polisi mengatakan mereka baru-baru ini menangkap 300 orang karena melanggar undang-undang perlindungan anak seperti UU Anti-Pornografi Anak dan UU Pelecehan Anak.
Komentar