katoliknews.com – Meski diberi ruang oleh undang-undang yang baru, Gereja Katolik di Singapura menyatakan tetap tidak mengizinkan pemberkatan pernikahan online.
Dalam sebuah pernyataan, Keskupan Agung Singapura mengatakan, meskipun sadar perihal ancaman pandemi COVID-19, Gereja ingin menegaskan pentingnya interaksi fisik antara mereka yang merayakan sakramen.
“Karena itu, Gereja Katolik di Singapura, meskipun menghargai upaya pihak berwenang yang membuat pernikahan lebih mudah diakses oleh pasangan di masa sulit ini, tetap tidak akan merayakan pernikahan melalui video,” demikian isi pernyataan yang dirilis pada 6 Mei 2020 itu.
Undang-undang baru disetujui parlemen Singapura dan disahkan pada 6 Mei.
Aturan hukum baru itu menyatakan bahwa warga negara atau penduduk tetap dapat menikah secara resmi melalui video.
Di negara kecil itu, umat Katolik diperkirakan berjumlah 300.000 jiwa.
Namun, Keuskupan Agung menyatakan, umat Katolik yang ingin merayakan sakramen pernikahan harus menunggu agar bisa melakukannya secara tatap muka.
“Kami ingin membantu pasangan merayakan sakramen ini secara langsung, sambil mengikuti semua arahan kesehatan dan langkah-langkah jaga jarak yang diminta oleh ootoritas kesehatan,” demikian menurut Keuskupan Agung.
Pemberitahuan itu yang dipublikasi kepada seluruh umat Katolik menekankan bahwa dalam pernikahan, orang-orang penting, yakni pasangan, dua saksi dan imam harus hadir agar pernikahan tersebut sah sebagai Sakramen.
“Internet hanya menjadi sarana yang digunakan untuk menjangkau keluarga besar dan teman-teman yang ingin bergabung dalam perayaan ini pada waktu yang sama,” demikian pernyataan Keuskupan Agung.
“Dengan cara ini, persyaratan pernikahan kanonik dapat dipenuhi, memberikan makna spiritual kepada pasangan pada hari pernikahan mereka dan juga memungkinkan keluarga dan teman-teman pasangan untuk menyaksikan acara bahagia ini, dengan selalu memperhatikan persyaratan keselamatan dan kesehatan,” tambahnya.
Sikap berbeda ditunjukkan umat Muslim di negara itu.
Masagos Zulkifli, menteri yang bertanggung jawab atas urusan umat Muslim, mengatakan di hadapan parlemen bahwa pernikahan yang dilakukan melalui siaran video sama-sama sah menurut hukum Islam, selama semua persyaratan untuk pernikahan dipenuhi.
Singpaura telah mencatat 21.707 kasus hingga 9 Mei, di mana 20 warga yang meninggal dunia.
Komentar